Eramuslim.com – Sepuluh hari pasca Tragedi Tolikara yang dilakukan Teroris Kristen GIDI, PM Inggris David Cameron (Kristen Anglikan) menemui Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (27/7). Atas nama “perang melawan terorisme”, Cameron dan Jokowi menandatangi kesepakatan (MoU) untuk menghabisi apa yang disebut “Islam Ekstrem”. Hal ini sungguh-sungguh menggelikan, karena aksi teror di Tolikara dilakukan oleh Teroris Kristen GIDI yang bermitra dengan Zionis-Israel dan korbannya umat Islam, namun mengapa Islam yang harus diperangi?
Bagi yang belum paham, inilah fakta-faktanya:
Pelaku Tragedi Tolikara adalah para teroris Kristen GIDI yang bermitra dengan Zionis-Israel, jumlah penyerang lebih kurang 500 orang, mereka menyerang dan melempari umat Islam Tolikara yang tengah sholat ied. Mereka juga merusak dan membakar Masjid Baitul Muttaqin, puluhan kios dan rumah uma Islam. 200-an umat ISlam, seratus diantaranya balita, menjadi pengungsi hingga sekarang.
Presiden Jokowi malah undang tokoh-tokoh dan pendeta GIDI ke Istana Negara dalam acara penuh keramah-tamahan disertai cengengesan dari Jokowi.
Pasca pertemuan Jokowi-GIDI di Istana, Kapolres Tolikara AKBP Soeroso yang “menghentikan” kebrutalan massa jemaat GIDI dan “melindungi” Umat Islam dari serbuan, tiba-tiba dicopot dari jabatannya.
Presiden Jokowi bertemu PM Inggris membuat kesepatan (MoU) memerangi Terorisme Islam.
Inggris adalah pelindung dan menjadi tempat mukim Benny Wenda, tokoh separatis OPM, yang masih famili dari Pendeta Nayus Wenda, penandatangan surat edaran GIDI yang melarang umat Islam sholat ied dan melarang penggunaan jilbab. Surat edaran ini adalah provokator aksi teror Tolikara.
Adalah konyol, walau umat Islam menjadi korban tindak terorisme Kristen GIDI, yang harus diperangi adalah tetap Islam radikal. Inilah rezim Jokowi.(rz/pkspiyungan)