Partai Golkar Ingin Gerus Partai-Partai Kecil

Fraksi Partai Golkar (FPG) menilai sistem multi partai menjadi salah satu penyebab ketidakharmonisan hubungan antara parlemen dengan eksekutif. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu diributkan oleh DPR.

“Ini bukan karena tingkah laku parpol tetapi keberadaan parpol itu untuk mengkritik setiap kebijakan pemerintah, ” ujar anggota Komisi III DPR dari FPG, Aulia Rachman kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta.

Menurutnya, dengan banyaknya parpol seperti sekarang ini, sulit bagi pemerintah untuk mengambil keputusan lewat musyawarah dan mufakat. Akibatnya, kedudukan presiden menjadi ringkih dan mudah digoyang.

Untuk itu, itu, persoalan tersebut harus diselesaikan melalui konvensi yang dilaksanakan DPR maupun presiden. “Selain itu, presiden juga harus lebih agresif dan punya inisiatif, mengingat presiden adalah kepala negara, ” kata dia.

Dijelaskannya, dua pemimpin Indonesia terdahulu Bung Karno dan Soeharto pernah melakukan hal tersebut (penyederhanaan partai politik, red). Karena itu, harus ada insting dari presiden.

“Ini harus ditegakan. Syukur-syukur jadi budaya politik bagi presiden mendatang. Apalagi SBY masih berhasrat ikut Pilpres 2009, ” papar dia.

Namun pendapat orang Golkar itu ditentang salah satu Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Nizar Dahlan. Menurutnya, jangan mentang-mentang partai besar, punya asumsi ingin menghilangkan hak demokrasi parpol-parpol kecil.

“Dalam alam demokrasi ini, semua komponen punya kesempatan sama. Jadi, jangan mentang-mentang partai besar lantas bisa bertindak seenaknya. Apa lagi dengan alasan kalau penyederhanaan itu bisa meningkatkan keharmonisan DPR dan presiden, ” tandas Nizar.

Nizar Dahlan menambahkan, ketidakharmonisan antara DPR dan pemerintah bukan disebabkan karena banyaknya partai politik, tetapi kurangnya komunikasi politik antara kedua lembaga tersebut. “Jadi jangan dikait-kaitkanlah, ”katanya.

Pendapat yang sama juga disampaikan anggota Komisi II DPR dari FPAN, Patrialis Akbar yang mengatakan bahwa konsep untuk penyederhanaan parta politik dalam UUD 1945 sudah tercermin, tetapi pada proses pencalonan presiden.

Namun jika penyederhaan tersebut untuk mengganjal partai-partai baru, sama artinya menghambat hak asasi seseorang untuk berserikat. “Kalau penyederhanaan untuk mengganjal parpol baru, tidak boleh. Itu sama artinya menghambat hak asasi seseorang, ” katanya. Oleh karena itu, ia lebih setuju mekanisme alam yang menyeleksi partai-partai itu. (dina)