Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA) Ferry Mursidan Baldan menyatakan DPR dan Pemerintah sangat serius membahas RUU PA ini. Sebab UU ini untuk memperkuat upaya perdamaian di Aceh yang telah dicapai melalui Memorandum of Understanding (MoU).
“Kita juga menginginkan UU pemerintahan Aceh nantinya menjadi dasar bagi pelaksanaan pemerintah di Aceh sesuai dengan MoU dan khususnya keinginan rakyat Aceh untuk menata masa depannya agar lebih baik,” papar Ferry yang dihubungi via telepon saat masih mengikuti Kunker di Manado, Rabu (05/04).
Pernyataan Ferry itu menanggapi tudingan parlemen Jerman bahwa RUU PA tidak dibahas secara serius seperti diungkap anggota DPR dari FPDIP Irmadi Lubis. Selain itu Parlemen Jerman juga mempertanyakan penerapan Syari’at Islam di Aceh dalam RUU itu.
Ferry meminta agar masalah pembahasan RUU PA, terutama terkait dengan tenggat waktu penyelesaian seperti tercantum dalam MoU, tidak dipolitisir. “Saya berharap, angota Dewan pun tidak mempolitisir soal ini, karena kami sudah jelaskan mengapa ada keterlambatan waktu, semua demi tuntasnya masalah yang ada dalam draft RUU,” katanya.
Lebih lanjut Ferry mengatakan kalau dirinya tidak yakin parlemen Jerman, termasuk Deplu-nya begitu intens mengamati pembahasan RU PA. Karena jika benar-benar mereka mengikuti pembahasa di DPR, maka akan lain pendapat mereka. Ditegaskan, pembahasan RUU PA di DPR terbuka dan semua pihak, termasuk utusan dari Kedubes negara sahabat boleh mengikuti jalannya pembahasan.
“Jika diikuti pembahasan RUU ini sejak awal, maka tidak ada yang menyangkal betapa seriusnya kita ingin melahirkan UU untuk pemerintahan Aceh ini,” kata politisi Partai Golkar.
Sementara itu, anggota DPR dari FPDIP Irmadi Lubis yang baru kembali dari kunjungan kerja bersama Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) mengungkapkan, banyak anggota parlemen dan jajaran departeman luar negeri Jerman meragukan keseriusan pemerintah Indonesia dalam membahas RUU PA.
Keraguan itu mencuat ketika anggota BKSAP DPR melakukan kunjungan kerja ke parlemen Jerman beberapa waktu lalu. Keraguan itu berangkat dari molornya pengesahan RUU PA yang hingga saat ini masih dibahas oleh panitia khusus DPR.
Irmadi menambahkan, setelah mendapat penjelasan dari DPR, terutama yang ikut dalam pansus RUU PA, pihak parlemen Jerman bisa memahami proses pembuatan UU di Indonesia.
“Dengan penjelasan itu pemerintah dan parlemen Jerman akhirnya memahaminya dan menyarankan agar pembahasan RUU PA itu dilakukan lebih hati -hati sehingga masalah yang krusial tidak menjadi polemik,” katanya sambil menambahkan bahwa pihak parlemen Jerman terutama mempertanyakan soal pemberlakuan syari’at Islam dalam RUU PA tersebut. (dina)