Eramuslim.com – Pemprov DKI Jakarta harus menjelaskan dengan jujur soal apa tujuan dan semangat utama dari proyek reklamasi pulau dan pembangunan Giant Sea Wall di Teluk Jakarta.
Desakan itu mengemuka dalam diskusi “Reklamasi Teluk Jakarta” yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda bekerja sama dengan PPI Kota Den Haag dan Forum Diskusi Teluk Jakarta di Kampus International Institute of Social Studies, Den Haag, pada Sabtu (18/6).
“Apakah itu bertujuan untuk penanggulangan banjir rob atau untuk ekspansi properti? Bila ingin menanggulangi banjir rob, solusinya bukan pembuatan tanggul raksasa dan reklamasi pulau,” ujar Anggota PPI Belanda yang sedang menempuh program Doktoral di University of Twente, Hero Marhaento.
Selain itu dalam laporan yang ditulis oleh Dinas Kelautan DKI Jakarta tahun 2013, diakui bahwa Teluk Jakarta memiliki produktivitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Jadi, apa yang diklaim oleh Gubernur Jakarta, Basuki Purnama atau Ahok, soal tidak adanya keberadaan ikan di sana adalah kebohongan.
“Jadi salah kalau Ahok bilang bahwa Teluk Jakarta tidak ada ikannya,” tambah Hero.
Sedangkan, Edwin Sutanudjaja, seorang post-doktoral di bidang Hidrologi dari Utrecht University, berpendapat senada. Edwin membantah argumentasi bahwa proyek reklamasi dan pembuatan Giant Sea Wall dapat menjawab persoalan banjir dan penurunan permukaan tanah di Jakarta.
Dia mengungkapkan bahwa penurunan muka tanah Jakarta justru disebabkan oleh pembangunan di Jakarta yang tidak terkendali.
“Pembangunan mal dan properti dilakukan dimana-mana, jadi solusinya bukan reklamasi melainkan pengendalian pembangunan,” ujar Edwin, seperti dalam rilis yang diterima redaksi dari PPI Belanda.
Akar masalah pembangunan Jakarta tidak terkendali, lanjutnya, adalah sentralisasi Jakarta dan urbanisasi. Sehingga membuat semua orang berlomba-lomba ingin ke Jakarta.
Edwin juga mengkhawatirkan jika nantinya Teluk Jakarta malah menjadi septic tank raksasa. Membuat tanggul raksasa artinya membendung air dari 13 anak sungai di Jakarta yang bermuara ke perairan mati.
“Jika kualitas air tidak bisa dijaga justru nantinya perairan Teluk Jakarta akan menjadi pembuangan akhir yang sangat kotor,” lanjut Edwin.
Menutup diskusi itu, Hero dan Edwin sama-sama berpendapat bahwa upaya memperbaiki lingkungan hidup di Jakarta mesti dilakukan dengan rehabilitasi, bukan reklamasi.
Sebelum diskusi, para pelajar Indonesia tersebut menyaksikan pemutaran film Rayuan Pulau Palsu yang diproduksi oleh WatchDoc. Film yang disutradarai oleh Randi Hernando tersebut mengisahkan tentang nelayan-nelayan di Muara Angke yang harus berhadapan dengan kekuatan para pemodal yang melakukan ekspansi properti lewat reklamasi di Teluk Jakarta.
“Berdasarkan informasi dari WatchDoc, ini adalah kali ketiga pemutaran film Rayuan Pulau Palsu di luar negeri setelah sebelumnya dilakukan di Melbourne dan London,” ungkap Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Ali Abdillah.