Panitia angket BBM harus memanggil perwakilan USAID, ADB dan Bank Dunia yang menjadi aktor kunci di balik carut marutnya kebijakan energi nasional. DPR juga harus memanggil para menteri terkait untuk memberikan penjelasan dan mempertanggungjawabkan keterlibatan asing, dalam pembuatan kebijakan energi nasional.
"DPR jangan takut, maju terus, kami mendukung upaya menegakan konstitusi dan mendefinisikan makna kemerdekaan lewat pengusutan keterlibatan asing dalam pembuatan undang-undang, tidak hanya undang-undang migas, " tegas Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan, di Jakarta, kemarin.
Dani menuding ada agenda besar liberalisasi yang didorong oleh lembaga keuangan internasional seperti ADB, Bank Dunia dan USAID. "Baru kali ini DPR mau mengatakan bahwa ada intervensi dalam pembuatan undang-undang. Intervensi asing itu terjadi dalam pembuatan undang-undang Bank Indonesia yang mendapat mandate dari IMF, undang-undang Migas, undang-undang Sumber Daya Air, undang-undang Penanaman Modal, " ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Siti Maemunah mengatakan, di tengah krisis energi, pemerintah justru mensubsidi energi negara lain seperti Fujian, Korea.
"Subsidi migas dalam negeri dipotong, tetapi kita menjual dengan semurah-murahnya migas kita kepada pihak asing. Berarti kita mensubsidi negara lain dengan murah. Ini merupakan sebuah skandal besar, " ujarnya.
Maemunah juga mengkritik, seruan Pemerintah yang mengarahkan masyarakat untuk menggunakan energi gas. Sebab disisi lain pemerintah tidak mengamankan stok gas jangka panjang
“Itu semua adalah ‘sinetron’ karena pasokan gas sendiri tidak diamankan untuk kepentingan jangka panjang dan lebih memilih dijual ke luar negeri dengan harga murah. Seharusnya kita tidak melakukan ekspor terhadap barang yang tidak terbarukan seperti minyak, gas dan batubara, ” ungkapnya.
Sedangkan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Berry Nadian Furqon mengatakan Indonesia terus kekurangan energi karena orientasi kebijakan energi kita adalah mengejar konsumsi pasar, bukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Lebih dari 70 persen kebutuhan batubara kita diekspor ke luar negeri dan hanya sekita 30 persen dipergunakan untuk kebutuhan dalam negeri, " tambahnya. (novel)