Pakar Politik UI: Anggota Dewan Kita Dipilih Dari Kancing Baju

Situasi politik melahirkan dua pihak antara pihak yang berkuasa dengan pihak diluar kekuasaan atau disebut kaum oposisi. Namun seiring berjalannya waktu, kepentingan merubah partai oposisi menjadi partai yang “genit” dengan kepentingan penguasa. Begitulah sindiran Andrianof Chaniago, pakar Politik dari FISIP UI dalam Diskusi Publik bertema “Peran Oposisi dalam Pemerintahan” di Fakultas Ekonomi UI, Kamis, 12/05/2011.

“Orientasi berpolitik parpol lebih kepada keuntungan pribadi dan prestise pribadi. Ini lah warisan struktur ekonomi politik kita saat ini.” Ungkap Andrinof

Laki-laki kelahiran Padang ini juga melihat partai oposisi seperti PDIP tidak jelas arah oposisinya. Mereka seperti kehabisan tenaga dalam mengarungi politik karena ditenggelamkan atas kepentingan pribadi.

“Tahun 2004 sampai 2009 PDIP memang menjalankan identitasnya sebagai oposisi. Akan tetapi, setelah itu sudah kecapekan tenaga. Akhirnya semangat beroposisi tidak berusia panjang,” tambahnya

Model Demokrasi di Indonesia saat ini memang tidak ideal. Banyak anggota Dewan dipilih dari kebingungan rakyat itu sendiri. Rakyat sebenarnya tidak faham mengenai arti berpolitik.

“Banyak masyarakat ketika sudah sampai TPS, cuma diam di depan kotak suara. Mereka bingung mau milih siapa. Akhirnya pilihan jatuh dari kancing baju (asal tebak, red.)”

Mau Beroposisi Tapi Tidak Pakai Otak

Sedangkan pembicara lainnya, Rocky Gerungan, dengan ganjil menilai oposisi saat ini sudah tidak lagi memakai otak.

“Mereka hanya memakai tangan dan kaki, tapi tidak pakai kepala.” Ujar Pakar Politik yang akhir-akhir ini kerap tampil di TV menyoroti etika anggota Dewan.

Ia mencontohkan kasus koalisi partai di beberapa daerah. “Di daerah yang satu PAN berkoalisi dengan PKS. Tapi di daerah lain saling beroposisi. Ini model politik apa?” tanya dosen dari Fakultas Ilmu Budaya UI ini.

Ia juga menambahkan bahwa di Indonesia saat ini parpol yang berada di luar koalisi pemerintahan belum pas disebut pihak oposisi.

“Yang terjadi saat ini bukan oposisi tapi konfrontasi. Oposisi akan efektif jika didasari landasan argumentatif, sedangkan ini tidak.”

Ketika sesi tanya jawab, salah seorang penanya juga merasa heran dengan identitas politik Indonesia saat ini. “Kita di Indonesia ada yang nasionalis religius, nasionalis Islami. Padahal itu dua hal yang berbeda, tidak bisa disatukan.” (pz)