Eramuslim.com – Pakar Hukum Pidana mempertanyakan alasan polisi menetapkan Basuki T Purnama (Ahok) sebagai tersangka dugaan kasus penistaan agama. Pasalnya jika tak ada bukti kuat, penetapan tersebut rawan dipraperadilankan pihak tersangka.
Pakar Hukum Pidana Profesor Romly Atmasasmita mengatakan, dia mengapresiasi kerja polisi dalam kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok. Namun, ada satu hal yang menjadi catatan Romly saat menetapkan Ahok sebagai tersangka.
“Tak ada dalam statement Kapolri ataupun Kabareskrim, kalimat-kalimat bahwa (polisi) telah menemukan minimal dua alat bukti permulaan yang cukup, tak ada kalimat itu,” ujarnya pada SINDOnews, Rabu (16/11/2016).
Menurutnya, dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu, terdapat syarat yang harus dipenuhi, yakni polisi harus memiliki minimal dua alat bukti. Syarat itu tertuang dalam pasal 1, angka 14 KUHAP.
“Di pasal itu dikatakan bahwa seseorang itu menjadi tersangka karena perbuatannya atau keadaannya dan (minimal) dua alat bukti temuan yang cukup,” tuturnya.
Romly membeberkan, jika sampai syarat penetapan tersangka itu tak disebutkan dan tertulis, bagaimana pula polisi bisa membuat Sprindik (Surat Perintah Penyidikan). Padahal, Sprindik itu merupakan hal yang penting dan pasti akan dikeluarkan untuk menyidik dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok tersebut.
Dia mengungkapkan, tak adanya penyebutan alat bukti yang dimiliki polisi menjadi rawan untuk dipraperadilankan. “Intinya, bukti permulaan yang cukup itu tidak terdengar. Itu jadi masalah jika dipraperadilankan nanti,” paparnya.
Maka itu, tambah Romly, masyarakat muslim diminta untuk bersikap kritis pada polisi menyikapi penetapan Ahok sebagai tersangka. Masyarakat jangan berdiam saja, mononton, dan merasa lega setelah adanya penetapan tersebut.
“Masyarakat harus kritisi alasan-alasan tersangkanya itu apa, sudah benar belum. Masyarakat pun harus mengawal terus persoalan ini sampai ke pengadilan, katakanlah sebagai terdakwa lah yah nanti,” katanya.(yk/sn)