Pakar Astronomi Sebut Wujudul Hilal Ala Muhammadiyah Sudah Usang dalam Ilmu Astronomi

Pakar Astronomi Sebut Wujudul Hilal Ala Muhammadiyah Sudah Usang dalam Ilmu Astronomi

Muhammadiyah tidak mau menggunakan kriteria imkanur rukyat, dan masih bersikukuh bahwa wujudul hilal kurang dari dua derajat. Padahal, wujudul hilal dalam astronomi sudah lama ditinggalkan.

Pernyataan itu disampaikan peneliti Matahari dan Antariksa, LAPAN Bandung, Thomas Djamaluddin kepada itoday (15/7) menanggapi sikap Muhammadiyah yang tidak akan ikut istbat pemerintah soal awal Ramadhan 2012.

“Saya sering katakan, wujudul hilal dalam astronomi sudah lama ditinggalkan. Posisi bulan untuk Ramadhan yang jatuh pada 20 Juli kurang dari dua derajat, ormas-ormas Islam banyak yang mengatakan belum imkan. Sementara Muhammdiyah masih bersikukuh bahwa wujudul hilal kurang dari dua derajat,” tegas Djamaluddin.

Menurut Djamaluddin, sidang istbat adalah sidang penetapan yang difasilitasi pemerintah untuk mengadopsi semua pendapat yang ada di masyarakat baik yang menggunakan hisab maupun rukyat. “Dalam pengumpulan data sebelum sidang istbat, hisab dan rukyat itu sudah jauh-jauh hari dilakukan. Jadi istbat itu hanya finalisasi saja,” ungkap Djamaluddin.

Djamaluddin mengungkapkan, sejak tahun 1990 sudah dilakukan berbagai upaya pendekatan. Di mana, perbedaan hisab dan rukyat tidak lagi menjadi perdebatan. Dalil hisab ataupun rukyat boleh dipakai tetapi bisa disamakan jika sudah ditemukan kriterianya.

“Kriteria disamakan itu, kriteria astronomi yang memungkinkan kapan rukyat itu terjadi atau disebut kriteria imkan rukyat. Kriteria imkan rukyat di kalangan astronomi banyak tawaran. Tetapi, kita perlu memilhnya di Indonesia tahun 1990. Kriteria tinggi minimal dua derajat, jarak bulan matahari tiga derajat, atau umur bulan delapan jam,” jelas Djamaluddin.

Di sisi lain, menurut Djamaluddin, Menteri Agama telah mengintensifkan pertemuan-pertemuan untuk mencari solusi terkait perbedaan awal Ramadhan dan penetapan satu Syawal.(fq/itoday)