Upaya kaum LGBT mengejar “legalitas” dan keberanian” adalah bentuk liberalisasi prilaku atas nama HAM jelas ini adalah produk sekulerisme yang merusak. Pelaku, dan pendukung LGBT tidak ada empati kepada anggota keluarga yang menjadi korban LGBT, phidopilia, kumpul kebo dan lain-lain. Mereka tidak peduli berapa yang mati karena menderita HIV/ AIDS, tak sedetikpun mereka mampu melihat bahwa itu adalah akhir dari ulah bejat mereka. Lihat saja apa pendapat tokoh- tokoh di negeri ini, dari mulai seorang politikus PDIP yang menyebut LGBT sunnatullah dan halal dalam Islam (Jakartapost, 28/3/2008) hingga Mentri Agama yang memberi apresiasi dan menghimbau agar masyarakat merangkul mereka, makin membuat pejuang-pejuang LGBT ini lantang mengatakan bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah sederhana saja, tentang cinta dan perwujudannya.
Padahal jelas sekali LGBT adalah paham radikal karena kebebasan ekstrim yang terkandung di dalam ide ini adalah membuat individu tidak peduli dengan kemaslahatan orang banyak apalagi generasi masa depan, merusak kehidupan, menyebarkan penyakit dan mengancam peradaban manusia. Islam secara lantang telah menyerukan keharamannya LGBT dengan menggambarkan bagaimana kaum Nabi Luth di azab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mana tidak saja menyapu bersih pelakunya namun juga masyarakat di sekitarnya. Secara institusi negara maka Khalifah akan menjatuhkan hukuman di bunuh bagi pelaku liwaat (homoseksual), pelaku As Sahaaq (lesbi) baik subyeknya maupun obyek, di rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, di cambuk jika belum menikah. Hukum akan di tegakkan secara tegas dan adil karena hukuman dalam Islam selain sebagai penebus dosa juga akan menimbulkan jera .Ini adalah perkara keimanan dan ketaatan tentang standar perbuatan seorang hamba kepada Rabbnya, tidak pandang bermanfaat atau tidak, sesuai HAM atau melanggarnya, sesuai kemanusiaan atau malah justru tidak sesuai. Sekali hukum itu wajib maka tidak akan berubah mubah hingga akhir zaman.