NU : Tolak Capres dan Cawapres Neoliberal

Inilah sebuah khasanah baru dari KH.Hasyim Muzadi dalam kehidupan politik nasional. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), secara tegas pemimpin kaum Nahdliyyin ini, menyatakan, bahwa pemimpin kaum Nahdliyyin, memberikan dua syarat untuk calon presiden mendatang.

Menurut Hasyim, syarat pertama, calon presiden itu harus menyelamatkan agama. Syarat kedua, calon presiden tidak membawa agenda neoliberalisme. Pandangan dan sikap yang disampaikan oleh KH.Hasyim Muzadi sebagai kaum Nahdliyyin ini, sangatlah penting untuk memberikan wawasan kepada kaumnya, agar di pilpres bulan Juli nanti, tidak salah memilih.

Pernyataan KH.Hasyim ini, tak terlepas dari keberatan dan keprihatinan dari berbagai kalangan, yang sangat menyesalkan kepada Presiden SBY, yang memilih Gubernur BI, yang pernah menjadi Menko Ekuin itu, Budiono, dinilai berbagai fihak membawa agenda ‘Neoliberal’, yang dapat menghancurkan masa depan Indonesia, dan akan membuka peluang kepada asing yang lebih besar masuk ke dalam kepentingan nasional Indonesia.

Lebih lanjut pemimpin kaum Nahdliyyin itu, merasa terpanggil dengan melihat konfigurasi tokoh-tokoh yang bakal maju di pilpres mendatang, di mana diantara tokoh-tokoh itu ditengarai membawa agenda ‘Neoloberal’. “Bagaimana pun agama yang berwawasan kebangsaan harus diselamatkan dan orang kecil harus bisa kenyang dan sekolah. Selama dua h al ini tidak bisa dipegang, maka seluruh simboll-simbol tidak akan masuk”, ucap Hasyim Muzadi, di Gedung DPD, Selasa (19/5), kemarin.

Kemudian, Pengurus NU, KH.Hasyim Muzadi, yang sering berada di Jakarta itu, menuturkan, ‘Ekonomi neoliberal sulit mengakomodir kepentingan masyarakat, karena sistem ini tersentral kepada capital, bukan pada rakyat kecil. Masyarakat ditempatkan pada posisi sebagai objek (pasar) bukan subjek (produsen)’, tambah Hasyim. Pemimpin yang sering mendapatkan undangan dalam foru-forum internasional itu, lebih tegas lagi, menyatakan : “ Inilah yang mengakibatkan Indonesia ketinggalan dibandingkan dengan Vietnam, Thailiand, bahkan Malaysia”, ungkap Hasyim.

Di Yogyakarta, mantan Ketua PP.Muhammadiyah Prof.Dr.Syafi’I Maarif, usai dikunjungi oleh Wapres Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Kalla, di depan para wartawan, di rumahnya (di Yogyakarta), menyatakan bahwa JK adalah pemimpin masa depan, ucap Syafi’i. Mantan PP. Muhammadiyah itu, pernah membuat pernyataan, yang menimbulkan polemik, karena menurut tokoh Muhammadiyah, yang sering dipanggil ‘Buya’ itu, bahwa JK itu adalah ‘The real President’. Tidak sepenuhnya salah, pernyataan Syafi’I Maarif itu, karna berbagai tugas kenegaraan, yang menyelesaikan adalah Jusuf Kalla. Konflik Aceh yang sudah berpuluh tahun, adalah prestasi Jusuf Kalla, dan bahkan konflik di Ambon, Poso, dan Kalimantan Tengah. Tindakan yang cepat dan pragmatis, membuat persoalan-persoalan yang rumit menjadi selesai.

Tokoh yang berasal dari Makassar ini, tak sesudah mengumumkan koalisinya dengan Wiranto dari Partai Hanura, langsung melakukan langkah-langkah praktis, termasuk melakukan kunjungan ke tokoh-tokoh ulama dan ormas Islam. Seperti bertemu dengan KH.Hasyim Muzadi, Din Syamsuddin, Syafi’I Maarif, Sultan Hamengku Buwono, dan mengunjungi berberbagai pondok pesantren. Ketika, berada di Yogya, Jusuf Kalla, sempat mengunjungi pesantren tertua di Yogyakarta, yaitu Pondok Pesantren Krapyak.

Nampaknya, pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto, yang didukung oleh Golkar dan Hanura ini, berusaha mengkosolodasikan potensi-potensi umat Islam, termasuk para ulama untuk memberikan dukungan kepada dua pasangan yang sekarang terus menggalang kekuatan. Banyak tokoh-tokoh Islam, yang berasal dari berbagai unsur partai yang sekarang ini, masuk ke dalam tim sukses pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto ini. Termasuk tokoh muda PPP, Lukman Hakim Saefuddin telah bergabung bersama Yusuf Kalla. Apakah JK dan Wiranto akan benar-benar dapat menjadi patron dari kalangan Islam, yang nantinya memperjuangkan kepentingan umat?

Sebelumnya telah berlangsung aksi-aksi yang digerakkan berbagai elemen masyarakat,yang terang-terangan seperti HMI, KAMMI, dan sejumlah elemen mahasiswa lainnya, yang menolak calon yang mengusung agenda  ‘Neoliberal’. Dalam orasi para demonstran itu, menegaskan : “Paham neoliberal terbukti gagal. Hanya membuat miskin bangsa. Tolak pasangan capres-cawapres yang berpaham ini”, ujar Indarsyah, juru bicara aksi itu. (m/S/Kps)