Sebagai kelanjutan pertemuan di PBNU padaawal November lalu, ulama Falaqiyah PBNU dan Majelis Tarjih Muhammadiyah Kamis(6/12) lalu, mengadakan pertemuan untuk kedua kalinya guna membahas penentuan awal penanggalan kalender hijriah.
Pertemuan yang diadakan di Gedung PP Muhammadiyah Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta, dihadiri antaranya, Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar sebagai pihak fasilitator, Beberapa Ketua PP Muhammadiyah yakni Haedar Nashir, Yunahar Ilyas, Muchlas Abrar, Sekretaris PP Muhammadiyah Rosyad Sholeh, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Syamsul Anwar, Wakil ketua Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Oman Fathurohman. Sedangkan pihak PBNU hadir antaranya Ketua Lajnah Falaqiyah PBNU A.Ghazalie Masroeri, Djamhur Effendi, Sirril Wafa.
Dalam kesempatan itu, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) muhammadiyah Syamsul Anwar mengatakan, agar muncul kesepakatan bersama yang tidak membingungkan umat Islam, sudah saatnya NU dan Muhammadiyah mengalah untuk ummat, sehingga ada kesepakatan bersama dalam penyatuan kalender Hijriyah yang dapat jadi pedoman seluruh Ummat Islam dunia.
"Perlu untuk mempunyai kalender bersama yang berlaku secara Internasional, Ummat Islam telah sekitar 14 abad eksis di dunia, tetapi sampai setua itu tidak pernah mempunyai kesamaan kalender, untuk itu sudah saatnya kini kita memikirkan ummat secara keseluruhan dengan membikin Kalender Bersama yang berlaku secara Internasional, ” ungkapnya.
Lebih lanjut Syamsul mengatakan, meski dalam penentuan metode untuk menyusun kalender hijriah bersama paling mudah menggunakan metode hisab, dibandingkan metode rukyat yang harus menunggu hilal terlihat satu hari atau dua hari sebelum hari H. Tetapi menurutnya, perlu dipelajari lagi pendekatan kedua metode yakni hisab dan rukyat, sehingga mungkin ada jalan kompromi di dalamnya.
Sedangkan, Perwakilan PBNU Slamet Hambali mengatakan, sudah bukan saatnya lagi NU dan Muhammadiyah bertahan pada argumentasinya masing-masing, sebab apabila semuanya bertahan pada argumentasi masing-masing, maka tidak akan pernah ketemu pada satu jalan,
“Pada dasarnya NU juga menerima perubahan, ini hal yang cukup menarik, walaupun belum satu kata, ” ungkapnya.
Menurut Syamsul Anwar, pada pertemuan kedua itu telah disepakati, untuk mengadakan pertemuan lanjutan yang akan lebih dalam mengulas masalah penyatuan Kalender, dan rencananya diadakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Dan diharapkan, pertemuan selanjutnya ini dapat membahas lebih dalam mengenai metode, serta masalah-masalah lain, sehingga isu tentang penanggalan kalender hijriah NU dan Muhammadiyah yang tidak bisa dipertemukan tidak menjadi perdebatkan.
Seperti diketahui, pertemuan ini merupakan rekomendasi dari Wakil Presiden M. Jusuf Kalla yang khawatir perbedaan pendapat ormas-ormas Islam dalam menetukan awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, terus berlanjut. Pertemuan pertama, di PBNU dipantau langsungoleh Menteri Agama M. Maftuh Basyuni.(novel/moi)