Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta warga mewaspadai kebangkitan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ketua umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid menengarai beberapa peristiwa akhir-akhir ini ada kaitannya dengan pergerakan PKI. Bahkan pergerakan itu, kata dia, berasal dari lingkungan istana.
Peristiwa pertama, kata Nusron, adalah munculnya wacana mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta maaf kepada korban pembantaian 1965-1966. “Wacana ini muncul dari lingkungan dalam istana,” kata Nusron di kantor PBNU pada Rabu 15 Agustus 2012.
Peristiwa kedua adalah rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) agar pemerintah membentuk peradilan HAM guna mengungkap kasus pembantaian atas ratusan ribu anggota dan simpatisan PKI pada 1965.
Ketiga, kata Nusron, adalah pergerakan-pergerakan dan aktivitas mantan anggota PKI di Jawa Barat, Jawa Tengah, juga Jawa Timur. “Sudah jelas di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bleh ada ideologi lain sebagai pandangan hidup dasar negara selain Pancasila,” katanya.
Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali justru mempertanyakan mengapa hanya kasus pembantaian PKI saja yang diungkap. Menurut As’ad tak adil jika kasus pembantaian 1965-1966 diungkap tapi peristiwa-peristiwa sebelumnya tidak. “Kita sama-sama tahu, pada masa itu ada banyak pembunuhan. Sebelumnya banyak anggota NU dibunuh tapi kami tidak mengungkit-ungkit,” ujarnya.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar tak setuju dengan sikap PBNU. Menurutnya, kasus antara pembunuhan anggota NU dengan pembantaian PKI adalah dua hal yang berbeda. “Pembunuhan orang NU adalah hukum pidana karena konflik horizontal, sedangkan pembantaian PKI adalah perintah negara, jadi ada konflik vertikal,” kata Haris.(fq/tempo)