Nota Kesepahaman GAM dan Malaysia Ciderai Perjanjian Helsinki

DPR akan mengajukan nota protes kepada Pemerintah Malaysia melalui Menteri Luar Negeri, terkait dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara GAM dengan perusahaan pengangkutan laut Malaysia, Minggu(15/01) di Hotel Grand Season Kuala Lumpur. Di mana pihak GAM diwakili oleh petinggi GAM Dokter Nurdin Abdurrahman dan pihak Malaysia diwakili Moh. Akhairuddin bin Othman.

Demikian pernyataan Ketua Komisi I Theo L. Sambuaga kepada Wartawan di gedung DPR RI jakarta, Senin (16/01).

"Kita akan ajukan protes pada Malaysia, karena ini tidak wajar dan tidak boleh ada. Kapasitas GAM dalam perjanjian ini sebagai apa," jelasnya.

Menurutnya, perjanjian antara GAM dan Malaysia merupakan hal yang tidak wajar sebab pasca perjanjian antara RI dan GAM di Helsinki, GAM sudah resmi dibubarkan. Ia menegaskan, rencana pembukaan lalu lintas pengangkutan laut dari Pelabuhan Pulau Pinang menuju Lhokseumawe yang rencananya dioperasikan perdana pada Jum’at mendatang dengan tujuan untuk menambah penghasilan daerah sangat tidak relevan, sebab suatu daerah boleh bekerjasama dengan pihak asing jika ada undang-undangnya.

"Pemerintah daerah Aceh dapat melakukan kerjasama, jika ada undang-undangnya, tetapi sampai sekarang UU tersebut belum ada. Jadi tidak ada alasan bagi GAM untuk melakukan kerjasama itu, " tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPR menilai MOU GAM dan Malaysia telah mencedarai nota kesepahaman antara RI dan GAM. Sebab, pasca perjanjian Helsinki segala aktifitas di Aceh harus merujuk pada UU Pemerintan NAD.

"Draf RUU Pemerintahan NAD belum diterima oleh DPR, mudah-mudahan pekan depan diterima, sehingga bisa dibahas. Dan diselesaikan maksimal sampai 31 Maret 2006," ungkapnya. (Novel/Travel)