Semburan lumpur panas PT Brantas Lapindo berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp 33,27 triliun. Kerugian tersebut bisa terus bertambah jika terjadi eskalasi dampak turunan lebih luas lagi dalam jangka menengah dan panjang.
Menurut Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi, banyak kerugian yang bersifat “segera” diatasi, meliputi biaya penanganan sosial dan pembersihan lumpur, yang diperkirakan bisa mencapai Rp 7,96 triliun. Biaya yang sifatnya ”sudah terjadi” adalah hancurnya sistem ekologi akibat semburan lumpur panas, yang kerugiannya diperkirakan mencapai Rp 4,63 triliun.
Salah satu komponen biaya yang harus dikeluarkan secara cepat setelah lumpur panas tersebut sudah dalam kondisi ”telah dibersihkan” adalah biaya restorasi lahan. "Biaya ini merupakan biaya pemulihan kondisi lahan menjadi areal yang produktif kembali. Dalam kondisi di mana lahan yang telah digenangi lumpur panas tersebut telah ”berumur” cukup panjang, maka biaya restorasi lahan tersebut diperkirakan bisa mencapai Rp 3,97 triliun," ujar Elfian pada pers di Jakarta, Selasa (8/8).
Dijelaskannya, semburan lumpur panas Lapindo juga menyebabkan timbulnya kerugian-kerugian ekonomi, baik pada tataran individu, kelompok masyarakat, perusahaan, pemerintah, serta pihak-pihak relevan lainnya.
Elfian menambahkan, kerugian tersebut juga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi regional yang biayanya bisa mencapai Rp 4,34 triliun. Kerugian ini membutuhkan biaya pemulihan iklim bisnis dan ekonomi, yang diperkirakan membutuhkan biaya mencapai Rp 5,79 triliun.
Selain itu, tak bisa dipungkiri bahwa semburan lumpur panas Lapindo telah menggiring terjadinya biaya-biaya kehilangan kesempatan (opportunity costs) yang dialami oleh banyak pihak. Kerugian ini diperkirakan bisa mencapai Rp 2,88 triliun. "Kondisi di atas juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi, yang kerugiannya diperkirakan bisa mencapai Rp 3,7 triliun," tandasnya. (dina)