Eramuslim.com – Pemerintah Indonesia memang sedang gencar menarik penerimaan dari sektor pajak untuk menutup defisit fiskal di tahun anggaran 2016. Salah satu jurus terbaru yang akan ditempuh pemerintah adalah menarik pajak dari para selebgram, julukan bagi selebritis di Instagram, dan penjual produk online baik lewat Facebook atau forum-forum seperti KASKUS.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kemenkeu, Yon Arsal mengungkapkan, strategi ini diproyeksikan bisa meraup penerimaan pajak sebesar 1,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 15,6 triliun (dengan nilai tukar rupiah Rp 13 ribu per dolar AS).
“Pasar online (daring), transaksi harian, penjualan langsung dan peng-endorse, mereka semua adalah subjek pajak kalau mereka punya pemasukan yang harus dilaporkan,” ujar Yon, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (11/10).
Yon mengatakan, pihaknya sedang dalam tahap kajian dan diskusi untuk memutuskan bagaimana pemerintah bisa melaksanakan kebijakan ini secara efektif. “Kami masih diskusi, untuk memutuskan bagaimana pelaksanaannya dengan cara dan mekanisme yang efektif. Meski nantinya akan ada tarif (pajak) yang berbeda untuk setiap jenis bisnis yang dijalankan,” ujar Yon.
Seperti diketahui, media sosial sudah menjadi sarana yang ampuh bagi penjaja barang-barang online, mulai dari tas bermerek seperti Chanel, sampai makanan anjing rumahan, bahkan produk gadget iPhone 7 terbaru. Masalahnya, pelaku usaha online ini kerap kali ditemukan tidak melaporkan pemasukannya.
Kantor Pajak menargetkan untuk menjaring penerimaan sebesar Rp 10-15 triliun dari pelaku bisnis online, termasuk selebgram yang mendapat pemasukan dari kegiatannya di media sosial.
Pajak endorsement di medsos
Pemerintah bakal memperketat retribusi pajak dari kegiatan endorsement di media sosial, seperti di Instagram misalnya, di mana sang bintang atau selebgram mendapat bayaran dari perusahaan yang mengiklankan produknya di medsos. Iklan lewat bintang di media sosial memang diakui ampuh di mana selebgram memiliki banyak pengikut atau followers.
Saat ini, hanya bisnis online dengan penerimaan sebesar Rp 4,8 miliar per tahun yang dikenai pajak. Yon menambahkan, Kementerian Keuangan juga meminta Komunikasi dan Informasi untuk mendata jaringan bisnis online dan transaksi yang terjadi selama ini. Data ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menerepkan pajak bagi pelaku bisnis online.(ts/rol)