Eramuslim.com – Pragmatisme adalah jantung sekaligus urat nadi dalam politik sekuler Demokrasi. Semua partai, tak sepenuhnya serius, tulus dan sungguh-sungguh berjuang untuk dan atas nama umat.
Apa yang kita saksikan saat ini, yakni sowannya AHY ke Jokowi, melengkapi surat kaleng SBY yang menuding agenda akbar umat pada kampanye Prabowo – Sandi, sebagai tidak biasa dan tak inklusif adalah konfirmasi dan jatidiri Demokrat. Jika PDIP itu Megawati, Demokrat itu ya SBY. Memahami politik Demokrat, maknanya memahami politik SBY.
Apapun politik Demokrat, atau secara langsung kita sebut dengan politik SBY, tidak pernah lepas dari politik pragmatisme baik karena sebab ingin mendapat kompensasi kekuasaan atau ingin selamat dari belitan kasus hukum. Semua juga tahu, politik era rezim Jokowi ini benar-benar menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan. Saya tidak bisa menahan untuk menulis ini, khususnya setelah AHY datang ke Jokowi.
Bagi politisi yang berkasus -dan sulit untuk menyimpulkan politisi di negeri ini suci dari kasus- melawan rezim membutuhkan mental dan nyali super. Sebab, rezim memang selain menggunakan iming-iming konsesi kekuasaan, juga memaksa lawan politik untuk mendekat dengan cara ‘diinjak’ kasusnya.