Meski masih menjadi kontroversi pemberlakuan sanksi bagi para muzzaki (wajib zakat) yang tidak mau membayar zakat dalam RUU Pengelolaan Zakat, ditanggapi positif oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR Hilman Rosyad Syihab. Ia mengatakan, sebelum memberlakukan sanksi itu, yang paling penting adalah menyadarkan umat akan kewajiban zakat.Karena itu, harus dibuat mekanisme penyadaran yang efektif yang dilakukan secara bersama-sama oleh tokoh agama, pemerintah, maupun masyarakat.
"Selama ini yang berperan untuk menyadarkan umat hanya ulama, padahal membangun kesadaran untuk berzakat tidak cukup hanya dengan seruan lewat majelis-majelis dan rumah ibadah saja, tetapi harus ada instrumen yang lebih kuat lagi, " katanya kepada Eramuslim, di Jakarta, Rabu (16/7).
Ia mencontohkan, Program Gerakan Ayo Berzakat, dapat dilakukan Pemerintah untuk memicu semangat dan kesadaran masyarakat. Dan program itu tentunya disertai dengan penyuluhan ke masyarakat dan komunikasi yang efektif lewat media massa.
"Gencarnya iklan di media massa tentang pentingnya arti zakat untuk membantu sesama pastinya akan menggugah para muzakki. Selain itu fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang kewajiban berzakat melalui Lembaga-Lembaga Zakat dinilai juga cukup efektif untuk bisa menyadarkan umat, " ujarnya.
Selain itu, lanjut Hilman, sinergisitas antara zakat dan pajak harus benar-benar dapat diimplementasikan. Artinya ada konsistensi pada Peraturan Perundang-undangan yang mengatur zakat maupun pajak bahwa zakat (apa pun jenisnya) dapat mengurangi pajak.
Selama ini zakat yang dapat mengurangi perhitungan pajak pengasilan berdasarkan UU No. 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah hanya zakat profesi. Padahal UU No.38/1999 tentang Zakat menyatakan bahwa zakat (apa pun) dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak.
"Dengan mensinergikan zakat dan pajak, nilai zakat yang dapat dihimpun akan jauh lebih besar. Sebab masyarakat tentunya tidak akan terbebani dengan kewajiban ganda antara zakat dan pajak, " kata Hilman meyakinkan.
Potensi zakat sendiri bisa mencapai 6, 132-8, 99 triliun rupiah per tahun. Angka yang sangat besar tersebut, jika disertai dengan pengelolaan yang professional, transparan dan akuntabel akan dapat mengatasi program pengentasan kemiskinan, peningkatan pendidikan serta penanggulangan bencana.
“Jadi meski secara kuantitatif penerimaan pajak pemerintah akan berkurang, tetapi program kesejahteraan rakyat akan teratasi, ” ungkap Anggota Fraksi PKS ini.
Mengenai kelembagaan zakat, Ia mengatakan, apabila sebelumnya Badan Amil Zakat berperan ganda sebagai regulator dan operator, maka dalam RUU diubah fungsinya dengan hanya menjadi koordinator dan pengawas lembaga zakat. Sedangkan pemungutan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat akan dilakukan oleh Lembaga
Amil Zakat.
“Kalau diibaratkan dengan perbankan, Badan Pengelola Zakat (BPZ)
yang sekarang bernama BAZ berfungsi seperti BI, sementara LAZ berfungsi sebagai bank operasional” jelasnya.
Hal tersebut berbeda dengan masukan dari pihak Departemen Agama yang menyarankan agar zakat dikelola oleh satu badan, dalam amandemen RUU Pengelolaan Zakat. (novel)