Umam menyoroti skema yang menggabungkan kekuatan tiga partai berbasis umat Islam yakni PPP, PKB, dan PAN. Sementara PKS, yang juga merupakan partai berbasis umat Islam, tak dimasukkan dalam skema kekuatan itu.
“Salah satu indikasinya, hal itu ditunjukkan oleh disatukannya 3 partai beridentitas partai Islam atau partai berbasis umat Islam seperti PKB, PAN, PPP, dan meng-exclude PKS,” ujarnya.
Padahal, menurut Umam, PKS merupakan partai yang punya potensi besar meraup suara dari basis umat Islam. Sedangkan menggabungkan PKB dan PAN juga dinilai tak beralasan, sebab kedua partai itu memiliki basis massa yang berbeda.
“Sementara jika identitas Islam yang hendak ditampilkan, maka PKS berpotensi aktor besar dalam menggarap kelompok Islam, utamanya kalangan konservatif. Lagi pula, meng-exclude PKS namun memasukkan PKB dan PAN yang keduanya memiliki latar belakang sosial kultural yang berbeda, dari basis NU dan Muhammadiyah, menjadi lebih kurang make sense,” ucapnya.
Untuk partai yang di luar basis umat Islam, Umam menyoroti terpentalnya Partai Demokrat dengan hubungan baik Partai Golkar. Menurut Umam, justru Partai Demokrat dan Golkar intens ‘di balik layar’.
“Di sisi lain, di belakang panggung, komunikasi politik Demokrat dengan Golkar juga cukup baik,” imbuhnya.
Ketua DPP PPP Acmad Baidowi atau Awiek menilai peta politik jelang Pilpres 2024 masih cair. Namun, Awiek tak memungkiri adanya komunikasi rutin soal koalisi partai berbasis umat Islam.
“Semuanya masih bisa saja terjadi. Anggapan adanya 3 capres itu memang dimungkinkan menurut UU. Hanya saja bangunan koalisi ke depan masih sangat cair,” ujar Awiek.
“Memang kami akui ada beberapa komunikasi intens para pimpinan parpol. Misalnya, koalisi poros Islam ada juga yang mendorong ke arah sana. Yang jelas PPP+PAN itu sudah lebih 10% dan menjadi signifikan untuk menentukan koalisi. Hanya saja, kami belum mengarahkan ke paket koalisi,” sambungnya.