Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyatatakan memboikot produk-produk Australia, menyusul makin meningkatnya ketegangan hubungan antara Indonesia-Australia akibat kasus pemberian visa pemerintah negeri Kanguru itu pada 42 warga Papua pencari suaka.
"Mulai 6 April, GINSI akan memboikot semua produk impor dari Australi dan menyerukan semua importir Indonesia untuk bergabung," kata Amirudin Saud, Ketua GINSI yang memiliki 7.800 anggota di seluruh Indonesia.
Hubungan antara Indonesia dan Australi memanas setelah pemerintah Australia memutuskan memberikan visa untuk jangka waktu 3 tahun bagi 42 pencari suaka dari Papua. Pemerintah Australia tidak menghiraukan permintaan Indonesia agar para pencari suaka itu dipulangkan ke Indonesia.
Para pencari suaka itu termasuk beberapa orang tokoh separatis Papua dan keluarganya yang tiba di utara Australia pada Januari lalu dengan menggunakan kapal laut. Sebagai bentuk protes, pemerintah Indonesia sudah menarik duta besarnya di Canberra dan menunda kesepakatan kerjasama dalam penanganan penyakit flu burung.
Kelompok separatis Papua sudah berkampanye selama lebih dari 30 tahun untuk memisahkan diri dari Indonesia. Di sisi lain, sejumlah organisasi hak asasi manusia menuding pemerintah sudah banyak melakukan pelanggaran HAM di Papua, namun tudingan ini dibantah pemerintah Indonesia.
Terkait dengan keputusan boikot, Ketua GINSI Amirudin Saud mengatakan, impor produk Australia nilainya lebih dari 2 milyar dollar pada tahun 2005 lalu. Kebanyakan produk impor itu berupa produk daging, hasil peternakan, gandum, minyak dan logam.
"Aksi boikot ini akan mengganggu dan merusak perekonomian Australia, kita bisa mendapatkan produk-produk itu dari negara lain," kata Saud.
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (3/4) kemarin menyatakan akan meninjau kembali kerjasama dengan Australia. Menurutnya, hubungan antara kedua negara kini sedang melewati masa yang sulit.
Sehari sebelumnya, PM Australia John Howard juga mengungkapkan hal yang sama. Meski demikian Howard berusaha meyakinkan Indonesia bahwa Canberra tidak akan mengubah dukungannya atas kedaulatan Indonesia di Papua. Pemberian visa itu, kata Howard, berdasarkan atas pertimbangan kebijakan luar negeri Australia. (ln/iol)