Pemerintah tidak dapat menjadikan UU No 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagai acuan untuk membubarkan Front Pembela Islam (FPI), mengingat UU itu tak lagi sejalan lagi dengan semangat reformasi dan perwujudan masyarakat madani.
"UU No 8/1985 lebih kental nuansa Orde Baru-nya dan cenderung represif. Sedangkan dalam semangat reformasi dan demokratisasi, UU itu tidak sejalan lagi, terutama dalam hal mendukung kebebasan berorganisasi, dan mengeluarkan pendapat, " ujar Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Muladi di Jakarta, Kamis (5/6).
Menurutnya, pada zaman Orde Baru, UU No 8/1985 bisa dipakai untuk membubarkan sebuah ormas yang dianggap melenceng dari visi misinya dan mengganggu stabilitas keamanan.
"Namun pada era sekarang, kebebasan organisasi dan mengeluarkan pendapat sangat di junjung tinggi, karena berorganisasi dan mengeluarkan pendapat merupakan elemen demokrasi dalam rangka mewujudkan `civil society` (masyarakat madani), "papar Muladi.
Jika pemerintah ingin membubarkan sebuah ormas, termasuk FPI, lanjut Muladi, harus ada acuan baru, yakni dengan melakukan perubahan terhadap UU Tentang Ormas yang lebih demokratis dan mendukung perwujudan masyarakat madani.
Pemerintah akan mengkaji pembekuan organisasi Front Pembela Islam (FPI) pasca insiden Monas, Minggu (1/6), berdasar UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Menko Polkam Widodo AS menyatakan Presiden telah menyerahkan sepenuhnya penyelesaian insiden ini pada Menko Polhukam dan menteri di bawahnya. "Nanti Departemen Dalam Negeri yang akan mendalami, " kata Widodo.
Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan UU tentang organisasi kemasyarakatan itu dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.18 tahun 1986. "Istilahnya bukan dibubarkan, tapi dibekukan, " ujar Hendarman.
Ia mengatakan, berdasarkan UU pihak yang berwenang menangani pembekuan ormas ialah Menteri Dalam Negeri dan institusi lain yang membidangi soal itu. Tentang waktu pembubaran terhadap FPI, Hendarman menyatakan belum tahu, namun yang jelas pemerintah akan memberi dua kali peringatan sebelum meminta fatwa Mahkamah Agung untuk membekukan kegiatannya. (novel)