Selain itu, Ganjar juga berani melawan dengan melakukan manuver, itu terkesan karena adanya dukungan dari Presiden Joko Widodo, yang sama-sama petugas partai dari PDIP.
“Selain menyinggung para senior PDIP, itu tentu menyinggung Megawati, sang penguasa partai. Namun penobatan Ganjar menjadi Capres PDIP merupakan jawaban segala-galanya pada sosok Ganjar, termasuk otomatis menghapus kesan Ganjar sebagai anak nakal,” terang Damai.
“Selanjutnya gayung bersambut dari Jokowi, yang memang sudah sejak dini menjagokan dan memberi dukungan kepada Ganjar. Hari itu juga selepas penobatan, Jumat 22 Januari 2023, Jokowi langsung bersama Ganjar, tancap gas, terbang ke Solo, naik pesawat terbang kepresidenan,” sambung Damai.
Apa yang dilakukan Jokowi, kata Damai, seketika melupakan Prabowo Subianto yang sebelumnya didukung untuk menjadi Capres 2024. Itu dianggap sebagai attitude tercela, meskipun tidak mengherankan, karena ada puluhan janji Jokowi yang tidak pernah ditepati.
“Maka hantu itu nyata ada, karena terbukti Megawati memberi tiket milik dirinya kepada Ganjar. Sebab itu, ditengarai ada sosok bak hantu, yang mendukung Ganjar. Sehingga ketokohan Megawati yang sudah banyak makan asam garam, nyatanya luluh, walau publik tak bisa melihat sosok kuat yang eksis bersama Ganjar,” sambungnya.
Maka, tegas Damai, lawan Anies pada Pilpres 2024 nanti adalah sosok “hantu” yang tak dapat terlihat secara kasat mata, namun dapat dirasakan keberadaan dari aroma “makhluk” yang berposisi di belakang layar atau menempel, atau membayangi sosok Ganjar.
“Sosok hantu yang dapat memaksa seorang Mega mencampakkan anak kandungnya dari wacana Capres 2024 dan menganugerahkan posisi itu kepada Ganjar. Terhadap sosok hantu itu, publik pun tak dapat melihat wujudnya secara kasat mata, karena hantu atau raja hantu tak dapat terlihat sosoknya, namun sekadar dapat dirasa eksistensinya,” pungkasnya.
Sumber: rmol