Majelis Ulama Indonesia mengusulkan agar pusat perbelanjaan suparmarket dan juga hipermarket membuat pemisahan penempatan produk-produk halal dan non-halal, dengan demikian umat Islam mendapatkan kemudahan untuk mencari produk yang masuk kategori halal.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Makanan (LPPOM) MUI Nadratuzzaman Hoesein kepada pers, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (3/7).
"Sekarang kan sudah ada 60.000 item produk yang disertifikasi, makanya kita mengaharpkan agar ada penyekatan (zonasi) produk halal dan non halal di pusat perbelanjaan, " ujarnya.
Menurutnya, selama ini masyarakat khususnya umat Islam agak mengalami kesulitan terkait penempatan antara produk halal dan non halal, sehingga sistem ini perlu mulai diterapkan. Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah mendapat sertifikasi halal dari MUI, lanjut Nadra harus tetap berupaya mengembangkan sistem kualitas halal secara internal.
"Jadi kalau sudah dapat sertifikat tidak bisa semena-mena, kita juga sudah membentuk asosiasi produk halal pada tiga hari lalu, " jelasnya. Sementara itu, Ketua MUI H. Amidhan menyatakan, Indonesia selama ini belum menerapkan sistem zonasi, padahal di negara lain seperti Eropa sudah mulai diterapkannya.
Apabila hal ini diterapkan akan mempermudah proses pengawasan produk halal yang dilakukan oleh MUI, karena sudah dipisahkan sesuai kategori halal dan non halal. "Kalau makanan olahan itu sulit kita untuk memilihnya, kalau daging 50 persen sudah dijaga sejak dikarantina, makanya kita mengharapkan di supermarket dibuat zonasi atau ada supermarket khusus halal, " pungkasnya. (novel)