Eramuslim.com – Beginilah jika manusia uzur jadi pemimpin. Pernyataan dan pikirannya sudah tidak bisa lagi memilih dan memilah mana yang perlu didahulukan dan mana yang tidak. Ibarat mobil, remnya sudah blong. Ibarat motor, kampas remnya sudah habis. Ibarat sepeda, tidak ada remnya lagi. Demikianlah dengan keberadaan Tim Pemantau Suara KAset Pengajian di Masjid yang dibentuk JK, wapres berusia kepada 7 ini.
Majelis Ulama Indonesia menilai rencana pembentukan tim pemantau pengeras suara masjid yang akan dilakukan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla tidak perlu dilakukan. Ketua bidang kajian MUI, Cholil Nafis mengatakan, yang perlu dibangun di kehidupan masyarakat yaitu kesadaran untuk hidup rukun, damai, dan penuh toleransi. Bukan mengawasi speaker masjid.
“Saya pikir itu tidak pada substansinya. Nggak perlu lah, mana ada orang berantem karena pengeras suara (masjid),” ujar Choli Nafis kepadaRepublika, Sabtu (25/7).
Ia menjelaskan, jika pembentukan tim ini didasari oleh kasus Tolikara, maka alasan tersebut dunilai kurang tepat. Kerusuhan di Tolikara dipicu oleh non-muslim radikal, bukan umat Islam. Sehingga pembentukan tim pemantau hanya akan menumbuhkan kecurigaan untuk umat Islam. Ia melanjutkan, yang perlu dilakukan saat ini yaitu membangun umat Islam dan masyarakat Indonesia agar mampu menjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan beragama.
Sebelumnya, juru bicara JK, Husain Abdullah menyebutkan Jusuf Kalla membentuk tim memantau pemutaran kaset-kaset pengajian di masjid-masjid. Lewat tim ini, JK bermaksud menghimpun fakta di lapangan untuk mengukur tingkat kebisingan suara kaset pengajian. Ini konyol. Bukankah lebih baik dan lebih perlu membuat satu tim pemantau kinerja pemerintah yang sampai sekarang ini tidak ada prestasinya kecuali menambah utang luar negeri dan menghabiskannya untuk kehidupannya yang mewah dan nyaman? (rz)