MUI Tegaskan Korupsi Harus Dihukum Berat Agar Jera

eramuslim.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ukhuwah dan Dakwah, Muhammad Cholil Nafis, menegaskan pentingnya penegakan hukum berat bagi pelaku korupsi.

“Korupsi itu harus dihukum berat agar jera,” ujar Cholil dalam keterangannya di aplikasi X @cholilnafis (31/12/2024).

Dalam pandangannya, korupsi tidak hanya melanggar hukum negara tetapi juga bertentangan dengan ketentuan Allah.

“Hukuman itu bubungannya dengan ketentuan Allah, sedangkan mengembalikan hasil curian adalah hak rakyat,” sebutnya.

Ia menjelaskan bahwa hukuman ini memiliki dua aspek, kewajiban mengembalikan hasil curian sebagai hak rakyat dan hukuman sebagai bentuk keadilan dan efek jera.

“Karenanya koruptor selain mengembalikan curiannya juga wajib dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi yang lain untuk preventif,” cetusnya.

Menurut Cholil, pengembalian uang hasil korupsi hanyalah satu bagian dari tanggung jawab seorang koruptor.

Pandangan ini menjadi lampu kuning bagi komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mengutamakan pemberantasan korupsi secara tegas dan transparan.

Cholil menambahkan, keadilan dalam penanganan korupsi harus menjadi teladan agar rakyat memiliki kepercayaan penuh terhadap sistem hukum yang berlaku.

Sebelumnya diketahui, Presiden Prabowo Subianto melontarkan sindiran tajam terhadap vonis ringan yang diberikan kepada terdakwa kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah.

Dalam pengarahannya di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 yang digelar di Bappenas, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024), Prabowo secara terang-terangan menyoroti keputusan hakim dalam kasus ini.

“Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun, ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringanlah. Nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi,” ungkap Prabowo dalam nada tegas.

Pernyataan ini diduga merujuk pada kasus korupsi besar yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis. Kasus ini dilaporkan merugikan negara hingga Rp 300 triliun, namun Harvey hanya dijatuhi hukuman penjara selama 6,5 tahun.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara.

Sindiran keras dari Presiden ini mencerminkan keprihatinannya terhadap lemahnya efek jera yang ditimbulkan dari vonis ringan terhadap koruptor.

“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal keadilan. Kalau penegakan hukum terlalu lunak, bagaimana kita bisa memberi efek jera?” tambahnya.

 

(Sumber: Fajar)

Beri Komentar