Majelis Ulama Indonesia (MUI) membantah tudingan Transparansi Internasional Indonesia (TII) atas tuduhan sebagai salah satu lembaga dari 15 dengan indeks persepsi korupsi dan suap. Dimasukannya MUI sebagai salah satu target penelitian itu sudah sangat mencoreng lembaga yang menjadi wadah para ulama, zuama dan cendikiawan muslim itu.
"MUI hanya satu-satunya yang bukan lembaga pemerintah, bukan lembaga non-departemen. Ini menimbulkan pertanyaan kenapa MUI yang merupakan lembaga dakwah menjadi target. Penelitian ini sangat bias dan tendensius," kata Ketua MUI Amidhan Shaberah saat jumpa pers, di Sekretariat MUI, Jakarta, Kamis (19/2).
Amidhan juga mengkritisi keganjilan dalam metode pengambilan sample TII menyebutkan bahwa target survey ini adalah pegawai dari eselon IV keatas, sedangkan dalam struktur personalia dan kepegawaian MUI tidak ada eselonisasi. Padahal untuk melakukan survey tersebut, seharusnya TII terlebih dahulu bisa mengetahui profil MUI, dan lembaga yang berada di MUI yakni Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) yang menyelenggarakan proses sertifikasi.
Lebih lanjut Ia menegaskan, hasil indeks persepsi korupsi yang dirilis pada 21 Januari 2009, yang dimuat oleh beberapa media nasional ini merupakan fitnah dan informasi yang menyesatkan. "Hal ini telah menimbukan kegelisahan dijajaran MUI yang ada diseluruh Indonesia," tandasnya.
Oleh karena itu, MUI meminta TII untuk menarik seluruh pernyataan hasil penelitiannya yang telah dipublikasikan melalui media nasional, guna menghindari tuntutan hukum dari MUI dikemudian hari. "MUI akan menempuh jalur hukum? Mungkin saja ada tindak lanjut kearah itu," ujar Amidhan. (novel)