Eramuslim – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera merevisi pasal-pasal kesusilaan dalam pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Pidana yang tengah berlangsung.
Ketua Bidang Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Basri Bermanda menyebut KUHP warisan pemerintah Kolonial yang berlaku sekarang tidak sesuai dengan falsafah dan ideologi bangsa serta nilai-nilai Pancasila, terutama pada pasal kesusilaan.
“Kami mendorong agar memasukkan unsur pelaku tindak kejahatan kesusilaan tidak dibatasi pada orang-orang tertentu,” tegas Basri.
Menurut Basri, usulan ini merupakan repons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi UU KUHP pasal-pasal kesusilaan, yaitu Pasal 284 tentang perzinahan, Pasal 258 tentang perkosaan dan 291 tentang pencabulan.
Penolakan ini membuat aturan kesusilaan tidak berubah, yaitu perzinahan hanya bisa dilakukan oleh orang dalam ikatan perkawinan dan merupakan delik aduan.
Sedangkan perkosaan tetap hanya bisa dilakukan oleh seorang laki-laki pada perempuan bukan istrinya dengan ancaman kekerasan.
Kemudian pencabulan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki dewasa pada orang dengan jenis kelamin sama dan di bawah umur.
Menurut Basri, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi UU KUHP pasal 284 tentang perzinahan, Pasal 258 tentang perkosaan dan 291 tentang pencabulan telah membuat masyarakat makin rentan terhadap kejahatan kesusilaan, serta mendorong maraknya seks bebas tanpa ikatan perkawinan karena tidak memenuhi unsur pidana.