"Kami tidak memfatwakan bahwa golput hukumnya haram. Larangan ini didasari karena memilih pemimpin merupakan bentuk kepatuhan terhadap undang-undang, " kata Ketua Pimpinan Sidang Pleno Rakorda MUI Se-Kalimantan, H Syamsuri Yusup, di Palangka Raya, Rabu.
Rekomendasi tersebut merupakan salah satu hasil Rapat Koordinasi MUI se-Kalimantan, yang diikuti perwakilan ulama dari Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Proses Pemilu dan Pilkada dijadikan salah satu agenda regional yang diangkat MUI dalam rapat koordinasi yang berlangsung sejak Senin (14/7), di Asrama Haji Al-Mabrur, Palangka Raya.
MUI mengimbau sebagai warga negara yang baik, umat Islam hendaknya mematuhi undang-undang yang ada. "Bila sesuatu yang tidak baik tetap dilakukan, maka hanya akan menimbulkan mudharat, " kata Syamsuri.
Syamsuri mewakili ulama se-Kalimantan mengemukakan, Al-Qur’an telah memerintahkan umat Islam tunduk dan patuh pada perintah Allah, Rasul dan juga pemerintah yang sedang memimpin dengan syarat bahwa pemerintah yang tengah memimpin bukan pemerintah yang zalim terhadap rakyatnya.
Syamsuri mengatakan, umat Islam harus memilih sesuai hati nuraninya masing-masing dan memilih pemimpin yang bisa memperjuangkan umat. Ia sendiri enggan berbicara lebih jauh tentang hukum dalam Islam, terkait memilih pilihan dalam Pemilu atau Pilkada itu termasuk haram atau halal hukumnya.
"Hadist mengatakan, hendaklah semua orang berbuat kebaikan. Jadi, menentukan pilihan yang baik berarti dinilai melakukan perbuatan kebaikan. Kalau sesuatu perbuatan yang baik dilakukan, tentunya semua orang bisa mengartikannya sendiri, " pungkasnya. Lain halnya bila pemerintah telah nyata-nyata berlaku zalim dan tidak adil terhadap rakyatnya, maka umat Islam wajib tidak mematuhinya.(novel/ant)