MUI: Rakyat Harus Melawan Pelemahan KPK

MUI: Rakyat Harus Melawan Pelemahan KPK

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan, menyatakan sepakat dengan upaya penggalangan dukungan untuk menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dukungan ini diperlukan agar Indonesia tidak mengalami kerugian yang lebih besar akibat korupsi.

“Publik atau warga yang cinta pada bangsa harus mendukung mobilisasi penggiat antikorupsi untuk melawan siapa saja yang ingin melemahkan KPK,” kata Amidhan saat dihubungi, Selasa, 2 Oktober 2012.

Menurut Amidhan, saat ini yang diperlukan justru penguatan terhadap KPK. Karena itu, dia menolak upaya pelemahan KPK, termasuk melalui revisi Undang-Undang KPK yang kini tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat.

Pelemahan itu, misalnya dengan menghilangkan fungsi penuntutan dan pembatasan penyadapan. “Kalau KPK tak punya wewenang lebih dari penegak hukum lain, tak ada gunanya, bubarkan saja KPK.”

Semangat awal dibentuknya komisi antirasuah pada 2002 dulu, kata Amidhan, justru untuk menutupi bolongnya penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi. Kepolisian dan Kejaksaan ketika itu dianggap tak cukup mampu mengungkap kasus-kasus korupsi. “KPK justru dibentuk untuk mengatasi merebaknya korupsi, jadi jangan dikurangi kewenangannya.”

Amidhan mengatakan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sebenarnya masih memadai dan proporsional. Jadi revisi yang diajukan DPR dinilai tak relevan. Kewenangan KPK yang dianggap berlebih oleh DPR juga dianggap tidak tepat. “Karenanya, saya mendukung mobilisasi untuk melawan pelemahan KPK.”

Kepada anggota DPR, Amidhan juga mengimbau agar tak hanya mementingkan agenda politik tertentu. Sebagai wakil rakyat, anggota DPR diminta kembali mendengarkan aspirasi masyarakat. “Kalau berlawanan dengan aspirasi masyarakat, jangan salahkan kalau citra DPR semakin terpuruk.”

Terhadap tindakan korupsi yang menggerogoti keuangan negara ini, sikap MUI sudah sangat jelas. MUI bahkan telah mengeluarkan beberapa fatwa yang berkaitan dengan korupsi, di antaranya fatwa tentang sumpah jabatan, fatwa tentang larangan korupsi, fatwa tentang haramnya suap, dan fatwa yang menganjurkan penggunaan pembuktian terbalik dalam penyelidikan kasus korupsi.(fq/tempo)