Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia KH. Ma’ruf Amin meminta Nahdlatul Ulama Jawa Tengah dapat memverifikasi dan mempelajari suatu permasalahan sebelum mengeluarkan fatwa, sehingga tidak menimbulkan kontroversi.
Seperti diketahui, para Kyai dari Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa haram terhadap rencana pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di kawasan Semenanjung Muria, Jawa Tengah. Karena mereka menganggap pembangunan PLTN Muria lebih banyak mudharat, ketimbang untuk kemaslahatan bagi masyarakat.
Menurut Ma’ruf, penetapan fatwa terkait dengan persoalan yang bersifat umum, seperti kasus PLTN Muria ini membutuhkan relevansi antara persoalan-persoalan di lapangan dengan kerangka berfikir yang diperoleh melalui penelitian.
"Kita tidak boleh mengeluarkan fatwa sembarangan, harus mempunyai referensi yang kuat, apalagi bahaya yang akan ditimbulkan itu secara nasional, " ujarnya usai menghadiri Rakornas Bidang Keagamaan DPP Partai Golkar, di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (4/9).
Ma’ruf belum dapat mengeluarkan keputusan yang membenarkan, atau menyalahkan fatwa tersebut, karena perlu dilakukan pengajian ulang dengan meminta pendapat ahli nuklir.
"Kita melihat alasan-alasannya, kemudian kita mau mengkaji ulang, PLTN itu ada bahayanya tidak, kita belum tahu alasannya, apa haram itu kalau sudah diyakini itu membahayakan (Tayyaakunul Idhrar) kita harus bisa menangkap apakah PLTN itu pasti membahayakan atau tidak, "jelasnya.
Senada dengan itu, Sekjen MUI Ichwansyam menyatakan, meskipun semua ormas Islam memiliki otoritas untuk mengelurkan fatwa, namun fatwa tentang nuklir yang dikeluarkan oleh Kyai NU itu acuannya kurang komprehensif untuk dijadikan sebuah dasar-dasar dalam keagamaan.
"Dasar yang digunakan dalam fatwa itu, hanyalah kemaslahatan dan kemudhratan, bagaimana memberikan pertimbangan bagi pemerintah, " imbuhnya. (novel)