Memasuki masa kampanye dan mendekati pelaksanaan pemilu legislatif 2009, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan taushiyah atau seruan. Dalam taushiyah yang dibacakan oleh Ketua MUI KH. Kholil Ridwan tersebut antaranya menegaskan bahwa memilih pemimpin yang memenuhi syarat-syarat ideal dalam Islam merupakan kewajiban.
"MUI melihat bahwa memilih pemimpin dalam Islam sangat menghajatkan syarat-syarat yang sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. MUI memandang pemilu yang akan diselenggarakan merupakan momentum strategis untuk melakukan perubahan dalam kehidupan berbangsa," katanya dalam jumpa pers, di Sekretariat MUI, Jakarta, Jum’at (13/3).
Oleh karena itu, MUI menyerukan kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya sesuai kemantapan hati, dengan memilih calon legislatif yang beriman, bertaqwa, jujur (siddiq), terpercaya(amanah), aktif, dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan mau memperjuangkan kepentingan umat Islam dan bangsa.
Dalam berkampanye, lanjut Kholil, MUI juga menyerukan kepada seluruh partai politik dan calon anggota legislatif untuk tidak menggunakan praktek-praktek yang tidak terpuji dengan menghalalkan segala cara, seperti politik uang, mencaci maki, dan menjelek-jelekan orang lain. "Perbuatan tersebut bertentangan dengan ajaran agama dan budaya bangsa," jelasnya.
Dan menghadapi hari pemungutan suara, Kholil mengajak, umat Islam untuk memperbanyak dzikir, doa, dan bermunajat pada Allah SWT, agar pemilu berlangsung lancar, aman, tentram dan damai.
Dalam kesempatan itu, Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin menjelaskan, salah satu point taushiyah MUI yang mewajibkan memilih pemimpin ideal, dimaksudkan agar masyarakat bisa lebih teliti dan lebih kritis dalam menentukan pemimpin negara ini kedepannya.
"Kita mendorong pemilih untuk memilih pemimpin dengan berhati-hati dan selektif, maka haram kalau memilih pemimpin yang diluar syarat-syarat yang ditentukan," ujarnya.
Dan semua itu, tambahnya, sudah menjadi kesepakatan MUI dalam forum Ijtima’ Ulama. (novel)