Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi radio dakwah agar isi siarannya tidak memprovokasi perbedaan kerangka berpikir umat Islam. “Kalau melanggar itu, tolong ditindak,” kata Sekretaris Umum MUI Jawa Barat, Rafani Akhyar, di Bandung, Jawa Barat Senin, 30 Juli 2012.
Permintaan itu, kata Rafani, dia ajukan karena MUI pernah menemukan siaran satu radio dakwah yang mengklaim bersiaran di Bandung, dengan isi siaran yang berpotensi memecah umat. “Ormas-ormas Islam dikecam (disebut), tidak ada sunnahnya, (tidak ada) tuntunannya, disebut bid’ah. Itu bisa berbahaya,” kata dia.
MUI Jawa Barat sudah resmi melaporkan keberadaan radio yang dinilai meresahkan itu, sekaligus meminta Komisi Penyiaran khusus mengawasi radio dakwah. “Dalam Islam, adanya perbedaan itu sesuatu yang kaya, sebagai konsekwensi adanya ijtihad, dan tidak boleh pendapat satu aliran dianggap yang paling benar, dan yang lain salah. Itu tidak boleh,” kata Rafani.
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat, Nursyawal, menduga radio dakwah yang dilaporkan MUI itu adalah radio berjaringan yang beroperasi tanpa ijin siaran. “Komisioner kami sudah mengetahui, kami mendengar radio ini juga muncul di Kalimantan. Radio ini berjaringan, tapi belum pasti di mana pusat siarannya,” kata dia. Dia mengatakan, saat ini ada 10 radio dakwah yang sedang mengurus perijinan.(fq/tempo)