Majelis Ulama Indonesia mengimbau Lembaga Sensor Film (LSF) untuk tidak mengeluarkan izin edar (lulus sensor) film "ML" (mau lagi) yang sarat dengan muatan pornografi dan pornoaksi. Film yang semula akan tayang diseluruh bioskop Indonesia, pada 15 Mei, ditunda penayangannya sampai 1-2 bulan ke depan ini. MUI menilai banyak melanggar norma-norma kesusilaan.
"Dari istilah ML yang digunakan Film ‘Mau Lagi’ itu ini konotasi yang sangat negatif, kalau dalam bahasa Inggris itu disebut Making Love artinya berhubungan intim. Yang kedua, film ini sangat sarat dan kental dengan muatan percumbuan lawan jenis yang diperankan oleh tokoh dan karakter dalam film tersebut, " ujar Ketua MUI H. Amidhan dalam jumpa pers, di Sekretariat MUI, Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa(13/5).
Sebelumnya, Ketua Umum LSF Titi Said mengatakan, film ML (Mau Lagi) sebenarnya belum mendapatkan izin edar (lulus sensor).
"LSF sudah tiga kali melakukan peninjauan terhadap materi maupun judulnya. Yang terakhir sudah ada pemotongan sepanjang 15 menit, dan sekarang masih akan ditinjau kembali, " katanya. Namun, bagi MUI, pemotongan atau perubahan judul tetap saja tidak akan merubah isi film tersebut.
Menurutnya, film garapan Shanker Indika Entertainment ini sudah dikategorikan film biru, yang melanggar KUHP pasal 281, 282, dan 283, tentang kesusilaan. Terkait dengan rencana penayangan film ini, MUI sudah menyampaikan pandangan kepada Menteri kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, dan mendapat respon positif.
Meski demikian, Amidhan menyerahkan, kewenangan pemerintah dalam hal ini Menbudpar, Depkominfo, KPI dan LSF untuk mengambil tindakan tegas terhadap penayangan film yang banyak muatan pornografi dan pornoaksi.
""Kami tidak mempunyai wewenang di dalam itu ranah kami, cuma bagian bahwa kami memproteslah, kami tidak sama sekali untuk meng-cut itu domain pemerintah termasuk KPI. Bahkan sekarang sudah ada novelnya, isi resensinya melecehkan perempuan, " jelasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Said Budairy menyatakan, keprihatinannya atas peredaran barang pornografi di tengah masyarakat, di mana buku-buku bertema seks diletakan pada tempat yang mudah dijangkau oleh siapa saja, termasuk anak di bawah umur.
Protes keras penayangan Film ML ini sebelumnya, datang dari Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII), yang menyatakan bahwa film tersebut mengandung unsur pornografi dan bisa menyeret generasi muda ke dalam kehidupan seks bebas. (novel)