Keberadaan MUI bukanlah sebagai ormas Islam seperti organisasi massa Islam lainnya. Majelis Ulama Indonesia adalah sebuah forum yang anggota-anggotanya terdiri dari ormas Islam, zuama, ulama, dan cendekiawan muslim.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) HM Ichwan Sam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan ke publik oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj yang mempertanyakan status Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Kalau ormas, mana massanya. Kalau sebagai semacam majelis fatwa, tapi kok terlalu lebar dan besar perannya, "ungkapnya, di Jakarta.
Menurutnya, peran MUI terasa semakin dirasakan pada saat munculnya sejumlah aliran ‘sesat’ yang marak berkembangan di tanah air belakangan ini. MUI dengan keputusannya secara tegas mengeluarkan ‘fatwa sesat’ terhadap sebuah aliran yang dinilai menyimpang.
Tak hanya kepada aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq yang difatwa sesat beberapa waktu lalu lanjutnya, tetapi juga kepada beberapa paham, ajaran atau aliran yang dianggap diluar dari kebiasaan.
Karena itu, Ichwan menyebutkan keberadaan MUI itu tidak mungkin disamakan dengan ormas lainnya. MUI di dalamnya terkumpul tokoh-tokoh Islam mulai dari pengurus ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, maupun kalangan cendekiawan muslim.
Selain itu, Ia menyatakan, keberadaan MUI yang berfungsi sebagai lembaga fatwa, harus melalui suatu proses pengkajian yang serius dari sejumlah orang, sehingga memperoleh kesepakatan bersama, bukan hasil pengamatan perorangan saja.
Namun, Ichwan menambahkan, apabila status MUI tidak diperjelas dan perannya tidak dibatasi, terutama berkaitan dengan begitu mudahnya mengeluarkan fatwa sesat suatu aliran, maka dikhawatrikan keberadaannya akan semakin melebar dan menyentuh wilayah aliran kebathinan yang jumlahnya sangat besar.
"Bisa-bisa melebar ke aliran kebatinan dan difatwa sesat juga. Padahal, jumlah aliran kebatinan di Indonesia ini ada 320 aliran, "imbuhnya.(novel)