Dalam surat yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten menganjurkan PT Krakatau Steel/KS (Persero) diprivatisasi melalui initial public offering (IPO) dan menolak diprivatisasi melalui strategic sale.
Demikian pernyataan MUI Banten yang diteken Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Banten, KH Wahab Afif, dan sekretaris umumnya, HE Sibli Sarjaya.
Penjualan KS akan mengancam kepentingan ekonomi nasional mengingat peranan industri baja sebagai basis semua jenis industri, termasuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Badan usaha milik negara (BUMN) itu rencananya diprivatisasi melalui penawaran saham perdana (IPO) di pasar modal dan penjualan langsung kepada investor strategis (strategic sales) yang ditunjuk Pemerintah.
Dijelaskan Wahab, yang membeli saham-saham baik sedikit ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila melalui IPO, dan investor tunggal apabila memprivatisasinya dengan metode strategic sales. Investor di pasar modal maupun investor tunggal bisa berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
Sayanganya, katanya, pemerintah bersikukuh akan menjual sekitar 35%-40% saham KS melalui strategic sales kepada Arcelor-Mittal (India), selain Bluescope Steel (Australia), Tata Steel Ltd (India), dan Essar Steel Ltd (India) sebagai para peminat strategic sale lainnya untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 2, 5 juta ton per tahun saat ini (2008) menjadi 8-10 juta ton per tahun (2011). Selain itu, Pemerintah menilai kinerja KS tidak optimal dalam memenuhi kebutuhan baja nasional sehingga Indonesia bergantung pada baja impor.
MUI Banten mencatat, masyarakat Banten telah memberikan dukungan besar sejak awal pendirian KS tahun 1971 di Cilegon, hingga kini memiliki 10 anak perusahaan dan enam perusahaan joint venture.
Pembebasan lahan kawasan industri ditandai dengan peletakan batu pertama atau peresmian pembangunan Proyek Pabrik Baja Trikora Cilegon di area kurang lebih 616 hektar tanggal 20 Mei 1962. “Masyarakat waktu itu dengan ikhlas melepaskan sawah, ladang, area pemukiman, bangunan pesantren, bahkan tanah pekuburan, ” ujarnya.
Kerelaan masyarakat Banten melepaskan miliknya didorong harapan bahwa KS akan bermanfaat besar bagi mereka, apalagi setelah statusnya ditetapkan menjadi proyek vital berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 123 Tahun 1963 tanggal 25 Juni 1963. Harapan itu menjadi kenyataan ketika pertumbuhan KS telah mendorong perkembangan Banten, khususnya Cilegon yang semula berupa kecamatan kemudian menjadi kota yang modern.
Sebutan kota baja bagi Cilegon didapat karena di wilayah ini berdiri badan usaha milik negara (BUMN) pengolah baja terbesar di Indonesia yang diresmikan menjadi PT Krakatau Steel berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1970 tanggal 31 Agustus 1970. Sebelum diresmikan sebagai daerah otonom tanggal 27 April 1999, Cilegon berstatus kota administratif (kotif) di Kabupaten Serang.
MUI Banten menekankan, lapangan pekerjaan yang tercipta bukan hanya terkait pabrik baja dan pengembangan industri baja dalam arti luas tetapi juga bagi pegawai negeri sipil dan berbagai lapangan kerja lainnya yang menuntut jasa pelayanan. Atas prakarsa dan sebagai bagian itikad manajemen KS, di kawasan industri Cilegon telah berdiri berbagai lembaga pendidikan tingkat dasar sampai tinggi dan tidak terhitung jumlah masjid dan musholla yang dibangun di area pabrik, komplek perumahan, dan lingkungan sekitarnya.
Karena itu, MUI Banten berpendapat, peranan KS sebagai pilar penyokong industri nasional dalam mendorong pertumbuhannya tidak diragukan lagi di samping sumbangan pajaknya yang besar kepada negara untuk membiayai pembangunan. Ke depan, sangat diharapkan peranan KS dalam mendorong industri pertahanan dan keamanan negara (hankam) yang pembangunannya hanya mungkin menjadi kenyataan asalkan ditopang industri baja yang kuat.
Sebagai bangsa yang besar dan luas yang terpisah-pisah oleh laut, Indonesia sangat memerlukan sistem hankam yang juga kuat. Karena itulah, ekspansi KS menjadi keharusan agar lebih berkemampuan untuk memenuhi kebutuhan negara di masa yang akan datang. “Kami mengingatkan Pemerintah agar berhati-hati menetapkan pilihan metode memprivatisasi KS, ” tegas Wahab.
“Hendaknya, Pemerintah jangan disilaukan oleh pencapaian target-target jangka pendek tetapi mengorbankan kepentingan jangka panjang.” MUI Banten menghendaki KS sebagai basis semua jenis industri termasuk pengadaan alutsista dipertahankan sampai kapan pun. “Kita harus senantiasa mengingat bahwa bangsa yang kuat dan disegani adalah yang memiliki sistem hankam ditopang industri baja yang berdaya saing tinggi.”
“Memprivatisasi KS melalui metode strategic sale tidak hanya menorehkan kekecewaan yang mendalam bagi masyarakat Banten yang telah berkorban untuk KS, ” imbuh dia.
Di samping itu, juga patut diduga dan diwaspadai grand scenario untuk melestarikan kelemahan sistem hankam nasional melalui pengerdilan industri baja yang dikendalikan negara. (dina)