Perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah jangan terlalu diperuncing, karena yang terpenting adalah kemurnian aqidah dan akhlaq, serta persatuan dikalangan umat Islam. Demikian pernyataan Ulama Besar Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi saat bertemu dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis(11/01).
"Marilah kita saling bekerjasama untuk hal yang kita sepakati, dan marilah kita saling memaafkan dalam hal perbedaan, "katanya yang disampaikan kembali oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Yunahar llyas.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyampaikan bahwa inti pandangan ulama Yusuf Qaradhawi sama dengan pendangan Muhammadiyah, di mana penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dengan menggunakan metode hisab.
Ia menyatakan, pandangan yang diberikan oleh Yusuf Qaradhawi itu dengan mengutip kembali hadist yang menyatakan "berpuasalah dengan melihat bulan (ru’yah) dan berbukalah ketika melihat bulan", namun hadist itu harus dikaitkan dengan latar belakang (illat) yang berupa kalimat "kami tidak pandai berhitung dan menulis."
"Kesimpulannya tidak diperlukan lagi ru’yah, tapi menggunakan hisab, karena ilmu falaq tingkat kesalahannya lebih kecil, "ungkap Din.
Menurut Qaradhawi, untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi hal latar belakang hadist itu sudah tidak relevan lagi, karena manusia saat ini sudah bisa berhitung dan menulis, bahkan untuk penentuan itu sudah ada ahlinya tersendiri.
Untuk melakukan pembahasan secara mendalam mengenai perbedaan penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah ini, pada bulan Juli rencananya PP Muhammadiyah akan mengadakan Simposium Internasional yang akan mengundang ulama besar termasuk Dr. Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi. (novel)