Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menyampaikan somasi secara resmi kepada Komandan Densus 88 Anti Teror, Brigjen Pol. Bekto Suprapto terkait dengan operasi penanganan terorisme di Wonosobo, akhir April lalu yang terkesan dilakukan sangat brutal di luar koridor hukum yang berlaku. Padahal, belum tentu mereka yang diamankan terbukti bersalah.
Hal tersebut disampaikan Ketua Departemen Data dan Informasi MMI, Fauzan al-Anshari saat menyerahkan surat somasi di kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Jakarta, Senin (15/05).
"Kami melihat cara yang digunakan Densus 88 Anti Teror terlalu vulgar, sehingga mengusik rasa keadilan dan sangat diskriminatif penanganannya terhadap umat Islam, dibanding ketika menghadapi separatisme dalam kasus RMS dan Poso, " jelasnya.
Menurutnya, pihak MMi tidak sependapat dengan cara penanganan terorisme yang dilakukan oleh Densus 88 yang menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, dirinya menuntut, penjelasan dari pihak Densus 88 Anti Teror terhadap operasi-operasinya yang telah memakan banyak korban dari umat Islam dan aktivis muslim sejak tahun 2002 sampai sekarang.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, sebaiknya dalam penanganan terorisme aparat penegak hukum dapat melibatkan seluruh komponen bangsa, sehingga operasi yang dilakukan dapat transparan, karena selama ini terkesan penanganan terorisme dilakukan secara terpisah-pisah dan tidak komprehensif.
"Kami menuntut pembubaran Densus 88 Anti Teror, jika tidak bisa melakukan penanganan terorisme secara komprehensif, " tegasnya.
Dirinya juga mengajak seluruh komponen masyarakat, termasuk kepolisian untuk melakukan debat publik tentang penanganan terorisme, sehingga upaya pemberantasan terorisme tidak dimanfaatkan secara sistematis untuk mendiskreditkan umat Islam.
Selain menyampaikan surat somasi kepada Komandan Densus 88, MMI juga akan menemui Kapolri yang sedang rapat di gedung DPR RI, untuk menyampaikan surat yang sama. (novel/travel)