Rencana pemerintah mengganti minyak tanah dengan elpiji untuk kebutuhan rumah tangga akan menambah masalah baru.
Menurut anggota Komisi VII Wahyudin Munawir di Jakarta, Jum’at (30/6) kendati pemerintah akan berusaha membagikan kompor gas kepada warga yang tak mampu, langkah itu belum tentu bisa menyelesaikan masalah.
“Pembagian BLT saja bermasalah dan menimbulkan kericuhan, apalagi ini kompor gas. Ini akan menimbulkan kecemburuan,” katanya.
Ditegaskannya, kebijakan itu akan merepotkan sebagian masyarakat. Sebab, selain jangkauan harganya sulit dpenuhi setiap warga, juga kebijakan ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Membeli gas elpiji memang memberatkan masyarakat. Ini yang menjadi riskan. Karena tidak semua orang bisa membeli elpiji walaupun ukuran tabungnya kecil,” papar dia.
Ia menambahkan, rencana pemerintah itu diduga terkait proyek bisnis pejabat. Sebab, untuk memperoleh dan memenuhi kebutuhan elpiji secara nasional pemerintah tak mampu menyediakan dari dalam negeri. “Kalau impor berapa hitung-hitungannya,” katanya.
Dengan impor elpiji, sambungnya, maka biaya yang dikeluarkan pemerintah pun akan besar. Sebab, elpiji yang harus dimpor untuk mengganti minyak tanah mencapai 50% dari ketersediaan elpiji dari dalam negeri.
Wahyudin, yang juga politisi F-PKS mengakui, dari sisi ekologis elpiji memang lebih baik dibanding menggunakan minyak tanah. Tapi, kemampuan masyarakat harus dipikirkan pemerintah. Rencana tersebut jangan untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu.
“Saya tekankan pemerintah untuk mempelajari secara detail dan perlu antisipasi gejolak dari masyarakat. Kita juga akan minta penjelasan dari Meneg SDM dalam rapat nanti,” imbuhnya. (dina)