Meski Mahkamah Konstitusi sudah menolak permohonan uji materiil terhadap UU Perfilman yang mengatur keberadaan sensor film, namun masyarakat film Indonesia (MFI) berupaya untuk menyusun usulan peraturan pengganti LSF yang lebih demokratis, salah satunya mensosialisasikan gagasan pembentukan sistem klasifikasi film. Sistem ini nantinya bertugas mengelompokkan film atas dasar kelompok umur penonton.
"Ada dua hal penting yang pertama UU Perfilman harus diperbaiki, sesuai dengan zaman, UU itu zaman orba. Kita harus berangkat pada pemberdayaan masyakat. Sesuai dengan zamannya, ke depan UU perfilman harus lebih jelas mengatur tentang kriteria, untuk lembaga sensor diganti menjadi lembaga klasifikasi, fungsi adalah membuat klasifikasi film sesuai dengan peruntukkannya, " ujar Senior Pemerhati Film Indonesia Budiyati Abiyoga usai sidang putusan uji materiil UU Perfilman, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/4).
Dengan sistem klasifikasi film, menurutnya, akan mengganti tugas yang selama ini dilakukan oleh Lembaga Sensor Film, tetapi bukan dengan cara memotong film. Melainkan, dengan mengelompokkan film sesuai dengan usia penonton, dan apabila ada pelanggaran pada film untuk usia 13 tahun isinya tidak sesuai, apabila pembuat film tidak bersedia untuk menghilangkan, maka klasifikasi usianya harus ditingkatkan.
Berbeda dengan itu, Mahkamah Konstitusi menilai sistem klasifikasi film mempunyai kelemahan dalam prakteknya, sebab pengkategorian adult only (khusus dewasa), justru akan mengundang minat bagi kelompok umur yang belum dewasa. Selain itu klasifikasi film juga tidak selalu bisa menjamin konsistensi dalam penerapannya, karena ada kecenderungan yang mungkin timbul dari pengusaha bioskop, demi orientasi bisni tidak peduli dan tidak tegas menolak penonton yang tidak sesuai dengan kategori film yang ditayangkan.
"Sistem klasifikasi film dianggap juga tidak sepenuhnya mampu memberikan perlindungan terhadap kelompok anak-anak. Dikhawatirkan ini malah menjadi publikasi gratis untuk menarik keingintahuan anak-anak, " ujar Hakim Konstitusi H.A Mukthie Fadjar saat membaca pendapat Mahkamah tentang usulan sistem klasifikasi film sebagai alternatif pengganti sensor.
Sementara itu, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi, Budiyati Abiyoga yang juga Ahli dari Pemohon mengapresiasi positif terhadap substansi putusan dan pertimbangan hakim konstitusi yang bernafaskan pada pembaharuan. "Sangat bernafaskan pada pembaharuan, kalau melihat substansi seluruhnya masukan-masukan yang diminta oleh pemohon, sebelum dia menyatakan menolak. Mengapa harus menolak, karena tidak boleh ada kekosongan hukum, " pungkasnya. (novel)