Shakespeare pernah berkata, “Apalah artinya nama?” Bagi sastrawan tersebut, nama tidaklah penting karena yang penting adalah esensinya. Tapi tidak demikian bagi Iwan Fals dengan Kantata Takwanya. Bagi Iwan Fals cs, nama atau kata-kata itu sangat penting sehingga mereka menegaskan, “Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.”
Bagi siapa pun yang pernah mempelajari ilmu kata, misal dalam dunia humas atau pun jurnalistik, pasti menyadari pentingnya pemilihan kata dalam sebuah artikel atau pemberitaan. Dengan pemilihan atau penghilangan istilah atau kata, sebuah artikel bisa dikendalikan atau dibuat ‘efek khusus’ dengan tujuan si pembaca atau pendengar akan menangkap pesan-pesan tersembunyi dari yang membuat berita atau tulisan. Atau lebih tegasnya, dengan pemilihan istilah dan kata di dalam pemberitaan, si pembuat berita sesungguhnya hendak menyampaikan pesannya kepada masyarakat luas. Pemilihan kata dan istilah dalam satu pemberitaan bisa menyibak ideologi yang dianut oleh si pembuat berita.
Terkait dengan pemilihan istilah, jika kita mencermati tayangan teve di negeri ini, maka ada hal menarik yang terjadi. Di saat semua saluran teve menayangkan penangkapan dan pengusutan kasus 1 Juni 2008 di Monas, semua teve menyebut pimpinan Front Pembela Islam (FPI) dengan sebutan Habib Rizieq, nama yang sudah sangat dikenal masyarakat.
Namun beda dengan MetroTV. Stasiun teve yang dimiliki Surya Paloh, konglomerat dari Partai Golkar, yang banyak menampilkan orang-orang dari kubu liberal dan juga siaran teve Amerika (VOA) ini menghilangkan kata ‘Habib’ untuk menyebut Habib Rizieq dan hanya menggunakan istilah ‘Rizieq Syihab’. Ini jelas pesannya, yakni hendak ‘melucuti’ Habib Rizieq sebagai Habib dan Ulama sehingga khalayak ramai akan mengira Habib Rizieq bukanlah seorang ulama yang memiliki ilmu keagamaan yang mumpuni dan luas.
Namun untuk menyebut seorang Abdurrahman Wahid, MetroTV tetap mempergunakan sebutan ‘Gus Dur’ atau “KH. Abdurrhaman Wahid” (Gus artinya “anak bagus”, dan ‘KH’ artinya ‘Kyai Haji’). Padahal jelas, manusia yang satu ini adalah sekutu Zionis-Israel. Bulan lalu saja, tokoh yang oleh ulama NU (alm) KH. As’ad Syamsul Arifin dianggap sebagai “Imam yang kentut” tersebut baru pulang dari Amerika setelah menerima Medali Penghargaan (Varlor of Medal) dari kelompok Zionis Israel di AS. Durahman juga merayakan 60 tahun “kemerdekaan Israel” yang sesungguhnya bagi Muslim Palestina merupakan hari dimulainya pembantaian besar-besaran Muslim Palestina yang dilakukan oleh Zionis-Israel. Tapi manusia yang satu ini tetap disapa dengan istilah ‘Gus Dur’ atau ‘KH. Abdurahman Wahid’ oleh Metro TV, sebuah istilah penghormatan
Metro TV sah-sah saja dengan semua ini. Tapi bagi kita, hal ini telah memperlihatkan ideologi sesungguhnya.(rz)