Dulunya mereka menjadi tulang punggung SBY,ketika pilpres 2004. Mereka berandil memenangkannya, melalui berbagai kegiatan, terutama dalam pembuatan opini, yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat luas. Mereka yang dulunya bersama SBY itu, satu-satu mereka pergi, dan meninggalkannya.
Seperti, Yahya Ombara, yang merupakan tim pemenangan pemilu legislative Demokrat, April lalu, dan pendukung fanatik SBY, serta menulis buku, Presiden Flamboyan, SBY yang Saya Kenal, kini sudah merapat ke JK. Ada juga tokoh, Johan O.Silalahi, Direktur Blora Center, yang merupakan tim sukses SBY, yang kemudian mendirikan Lembaga Riset Indonesia, tujuannya ingin memenangkan SBY di tahun 2009-2014, tapi akhirnya Johan pilih meninggalkan SBY. Posisi Johan ini, selanjutnya digantikan Fox, sebuah lembaga yang baru setahun didirikan, dan diharapkan menjadi tulang punggung Demokrat-SBY, di pilpres Juli nanti.
Kini, Johan Silalahi mengajak Ipang Wahid, bergabung ke JK, dan akan merancang strategi iklan, yang menjadi testemoni, yang mengetengahkan sejumlah tokoh masyarakat. Johan yang menggaet Ipang, yang sebelumnya dekat PKS dan Sekjennya Anis Matta, kini tidak mengikuti PKS yang tetap berkongsi dengan SBY, tapi memilih ikut Johan dan berkongsi dengan mendukung JK. Padahal, dahulunya Ipang yang membuat semua iklan PKS, ketika menjelang pemilu 2009. Namun, langkah Johan ini, tidak hanya merekrut Ipang, tapi juga sejumlah tokoh pemuda. Tokoh-tokoh yang sudah bergabung dengan JK, seperti Ketua Umum Nahdatul Ulama Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Syafi’I Maarif, mantan Gubernur Jawa Barat Solichin GP, dan wartawan senior Kompas,yang dulunya pengagum Bung Karno, Budiarto Shambazy, termasuk Kwik Kian Gie, yang telah memberikan t estemoni, yang sejatinya Boediono itu, tak lain adalah neo-lib.
Inilah dinamika politik menjelang pemilu presiden, di mana kelompok-kelompok partai politik, terus mengalami dinamika yang sangat cepat. Pemimpin dan tokoh PAN, Amin Rais, yang sebelumnya secara tegas mendukung SBY, kini Amin membebaskan kadernya untuk menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati-nurani mereka, tidak mewajibkan kader PAN untuk tetap memilih SBY. Bahkan, di internal PAN, kelompok Barisan Muda PAN, memberikan dukungannya kepada JK.
Seorang yang menjadi kepercayaan Amin Rais, yaitu anggota DPR, yang sering mengkritisi kebijakan ekonomi pemerintah, Drajad Wibowo, sekarang ikut mendekat ke JK. Tidak mau berafiliasi dengan PAN yang mendukung kepada SBY. Melihat perkembangan ini artinya internal partai-partai yang sudah mendukung SBY, tidaklah solid. Seperti, belum lama ini, di mana PKB, yang mengganti Choiri Efendi, yang ikut mendukung hak angket di DPR, yang akan menyelidiki kecurangan pemilu 2009, berkaitan dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Tokoh lainnya, seperti Jendral Jasin, yang dulunya juga pendukung berat SBY, sekarang mendukung Mega, dan menjadi tim sukses Mega-Pro. Tidak ada kawan yang abadi. Mereka beralih posisi sesuai dengan perkembangan dan dinamika politik, tapi tetap mereka melihat diantara para calon presiden yang ada, mana yang memiliki karakter yang kuat dan berkepribadian.
Selain itu, mantan Kepala BIN, Jendral AM.Hendropriyono, juga mengundurkan diri dari posisi sebagai pendukung Mega. Hendropriyono setelah melihat situasi politik yang ada sekarang, ia ingin lebih memilih posisi netral, katanya. (m/berbagai sumber)