Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Islam dan demokrasi bukan satu hal yang bertentangan, tapi justru sebuah harmonisasi untuk mencapai tujuan negara, yaitu kesejahteraan. Meskipun berbeda-beda latar belakang dan sejarah, tapi nilai-nilai demokrasinya tetap sama.
"Islam dan demokrasi bukan satu hal yang bertolak belakang, tetapi justru sebuah harmonisasi. Latar belakang bisa berbeda-beda, namun nilainya sama. Negara bisa berbeda, tetapi demokrasinya. Bahkan, dalam satu negara pun makna demokrasi bisa bermacam-macam, seperti di zaman Bung Karno dengan istilah Demokrasi Terpimpin dan di zaman Soeharto dikenal dengan Demokrasi Pancasila, " ujar Wapres saat membuka pertemuan ke-2 Forum Islam dan Demokrasi di Asia Tenggara, yang diselenggarakan di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (13/8) siang.
Dalam acara itu hadir perwakilan LSM Islam di tujuh negara ASEAN, di antaranya Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Myanmar, Singapura, dan Timor Leste.
Menurut Wapres, dengan jumlah penganut yang mencapai 90 persen, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Namun, yang penting bukan jumlahnya, akan tetapi apakah nilai-nilai Islam tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh umatnya.
Di Indonesia, lanjut Wapres, Islam dipakai dalam demokrasi Indonesia, yaitu dengan digunakannya istilah "Majelis" Per-"musyawaratan" Rakyat dalam UUD 1945 untuk akronim MPR, yakni istilah majelis dan musyawarah. (novel/kcm)