Menteri ATR Akui Belum Bisa Tangani Isu Pagar Laut, Pengamat: Ngeles… Takut Sama Naga

(Foto: Dok. Kementerian Kelautan dan Perikanan)

eramuslim.com – Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto, menanggapi pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Nusron Wahid, yang mengaku belum mampu menyelesaikan persoalan pagar laut sepanjang 30 kilometer.

Gigin menilai bahwa pernyataan tersebut menunjukkan adanya ketakutan serta pengabaian terhadap instruksi presiden.

“Ngeles. Takut sama naga. Perintah presiden pun diabaikan,” ungkap Gigin melalui akun X-nya, @giginpraginanto, pada 17 Januari 2025.

Tidak berhenti di situ, Gigin juga mengkritik situasi kekuasaan saat ini, yang menurutnya tidak lagi berada dalam kendali satu figur. Ia memberikan sindiran tajam terkait pembagian kekuasaan yang ia anggap terjadi di Indonesia.

“Sekarang ini ada 3 presiden,” ujar Gigin.

Pernyataan Gigin mengenai “presiden naga” menimbulkan berbagai spekulasi.

“Presiden siang dan presiden malam. Keduanya di bawah kendali presiden naga,” tambahnya.

Banyak pihak menduga istilah tersebut merujuk pada kekuatan besar di luar struktur resmi pemerintahan yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap pengambilan keputusan strategis negara. Hal ini berkaitan dengan lambannya penanganan sejumlah kebijakan penting, termasuk isu pagar laut, yang diduga melibatkan kepentingan pihak tertentu.

Sebelumnya, Nusron Wahid menjelaskan bahwa kementeriannya belum dapat menangani masalah pagar laut misterius sepanjang 30 kilometer di Kabupaten Tangerang.

“Kalau hutan, itu menjadi kewenangan (Kementerian) Kehutanan, kalau bukan hutan, ya itu menjadi kewenangan kami,” ujar Nusron pada Rabu, 15 Januari, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian ATR/BPN.

Ia menambahkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan resmi terkait keberadaan pagar tersebut. Nusron juga menegaskan bahwa kementeriannya hanya bisa bertindak jika terdapat dasar hukum yang jelas.

Pagar bambu setinggi 6 meter dengan panjang 30 kilometer ini pertama kali dilaporkan oleh nelayan setempat. Pagar tersebut diduga mengganggu aktivitas mereka di laut, sehingga menimbulkan keresahan karena memengaruhi akses melaut dan penghidupan mereka.

Meski demikian, Nusron menjelaskan bahwa selama pagar tersebut berada di wilayah laut, penanganannya berada di luar kewenangan Kementerian ATR/BPN.

(Sumber: Fajar)

Beri Komentar