Mengapa Pemerintah Pilih Fokus di Aktor Penunggang Demo?

Namun demikian PBNU menyesalkan proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru itu. Apalagi, lanjutnya, UU Ciptaker disahkan di tengah suasana pandemi. Sehingga memaksakan pengesahan undang-undang tersebut menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktik kenegaraan yang buruk.

Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Bima Arya, mengatakan sejauh ini belum pernah ada sesi pembahasan antara APEKSI dengan DPR RI terkait UU Ciptaker. Sementara, APEKSI memiliki beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap aturan tersebut terutama soal perizinan dan tata ruang.

“Karena itu, sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses Omnibus Law tidak maksimal dilakukan,” katanya.

Wali Kota Bogor itu meminta, rumusan Peraturan Pemerintah nantinya harus lebih jelas untuk mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga. Ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah, dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

“Dari draft yang saya pelajari terkait kewenangan Pemerintah Daerah dalam UU tersebut, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata perizinan hilang dari konsep Omnibus di mana izin disebutkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi,” ungkapnya.

Selain itu, secara kelembagaan, Bima mengatakan akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di Omnibus Law, maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan.

Bima menambahkan, kewenangan pengawasan di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nanti harus dikuatkan lagi. Karena dalam UU tersebut tertulis pengawasan bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau oleh Pemerintah Daerah.

“Nah, ada kata ‘atau’ ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam Undang Undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja, tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP,” katanya. (Rol)

oleh Rizky Suryarandika, Febrianto Adi Saputro, Imas Damayanti, Shabrina Zakaria