Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta menghimbau agar pemerintah daerah membuat peraturan daerah yang lebih memihak pada perempuan, meskipun disisi lain pemerintah daerah ingin menerapkan nuansa syariah dalam perda tersebut.
"Perda-perda itu jangan sampai tidak memihak pada perempuan, tetapi kalau perda syariah itu untuk mengatur kemaksiatan (pelacuran), untuk penertiban masyarakat, menuju masyarakat berakhlak, itu sangat baik," katanya sebelum Rapat Kerja dengan Komisi VIII, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/6).
Menurutnya, dalam penertiban tindakan asusila seperti pelacuran, harus diatur secara bijaksana, sehingga akhirnya aturan yang ada itu tidak mengekang ruang gerak perempuan, sebab dalam kasus itu perempuan lebih banyak menjadi korban, dan mereka tidak dapat menolong diri sendiri.
lebih lanjut Meutia menegaskan, sebaiknya dalam perda anti maksiat itu seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan maksiat ditindak secara tegas, tanpa terkecuali.
"Pelacuran identik salah perempuan, padahal di balik itu ada sindikat yang menjebak mereka, itu juga harus ditindak dan diatur dalam perda," jelasnya.
Ia mengakui, saat ini masih banyak perda-perda yang substansinya tidak memihak pada perempuan, oleh karena itu Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah mengirimkan surat resmi kepada gubernur, DPR, kabupaten, dan walikota di seluruh Indonesia, untuk meninjau kembali dan merevisi, sehingga perda yang dibuat tidak merugikan perempuan.
Ia menambahkan, pihaknya juga sudah melakukan advokasi terhadap perempuan yang menjadi sasaran salah tembak dari perda maksiat yang sudah mulai diberlaku di Provinsi Banten.(novel)