Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Meneg PDT) mengidentifikasi sebanyak 32.379 desa dari 70.611 desa di seluruh provinsi Indonesia dinyatakan tertinggal, sementara sisanya dinyatakan sudah maju.
"Ini baru hasil identifikasi kami, belum diverifikasi. Namun, data tersebut bisa saja berubah setelah dilakukan verifikasi," kata Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Saifullah Yusuf kepada pers di Hotel Bidakara, Selasa (12/9).
Saat ini sudah ada sepuluh propinsi yang desa-desanya telah selesai diverifikasi yakni desa-desa di Kalteng, Sumut, Sumsel, Bengkulu, Kepri, DIY, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar.
Saifullah menambahkan, Kementeriannya kini mengubah sasaran pendataan kawasan tertinggal dari sebelumnya mengambil ukuran setingkat kabupaten menjadi tingkat desa karena faktanya ada juga desa atau kelurahan tertinggal di kabupaten atau kotamadya yang relatif maju. Pada pendataan kabupaten tertinggal, dari 400-an kabupaten/kota, tercatat 199 kabupaten masuk kategori tertinggal.
Untuk menentukan suatu desa terkategori tertinggal atau relatif maju, katanya, Kementerian PDT menggunakan sejumlah variabel antara lain kondisi jalan utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk perkilometer persegi, sumber air minum/masak penduduk, sumber bahan bakar penduduk, persentasi rumah tangga pengguna listrik dan persentase rumah tangga pertanian.
Menurutnya, untuk menangani desa-desa tertinggal tersebut, diperkirakan dibutuhkan dana Rp 20 triliun pertahun. Tapi, lanjut dia, anggaran yang dimiliki pemerintah sangat terbatas sehingga realisasinya belum tentu angkanya mencapai jumlah tersebut. "Karena itu perlu disusun prioritas dan pemaduan program antara pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota sehingga dana yang terbatas yang dimiliki pemerintah bisa tepat sasaran," tegasnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Panitia Anggaran DPR, Ishartanto menilai masih banyaknya desa-desa tertinggal di beberapa kabupaten dan kota bukti adanya kesalahan grand strategi Pemda setempat yang tidak menitikberatkan proyek-proyek pembangunan infrastruktur berbasis kerakyatan. "Banyak proyek yang hanya bersifat mercusuar dan prestise," ujar dia.
Dampak pembangunan yang salah itulah, tegas dia, yang menyebabkan banyaknya desa tertinggal dan bertambahnya orang miskin di Sumsel. Proyek lumbung pangan misalnya, dianggap gagal karena banyak masyarakat petani tetap miskin dan tidak bisa terangkat tingkat kehidupan ekonominya. (dina)