Menneg BUMN Sugiharto mengusulkan agar dibentuk BUMN Restructuring Funds Indonesia Airways (GIA) dan Merpati.
“Wacana itu masih kami bahas, baru sebatas ide. Kami punya konsep, perlu waktu kontemplasi dan berdiskusi dengan anggota dewan sebelum meluncurkan gagasan itu,” ujar Menneg BUMN Sugiharto disela-sela rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR Jakarta, Senin (19/6).
Dijelaskannya, dana dari BUMN Restrukturing Funds itu diperoleh dengan sekuritisasi saham-saham minoritas antara lain PT Freeport, PT Socofindo, PT Indosat.
Pembentukan BUMN Restructuring Funds itu, kata Sugiharto juga untuk membantu BUMN lainnya yang mengalami kesulitan likuiditas. Namun, Sugiharto tidak merinci lebih lanjut berapa besar dana yang bisa diperoleh dari BUMN minoritas itu.
Ditambahkannya, permasalahan Garuda dan Merpati pada dasarnya menyangkut dua hal, yaitu restrukturisasi utang, dan restrukturisasi usaha/tranformasi bisnis. Restrukturisasi utang Garuda senilai 790 juta dolar AS, telah mendapat dukungan penuh dari DPR yaitu, Komixi V, VI, dan XI.
"Namun, skim restrukturisasi baik pendanaan APBN, dana pihak lain melalui surat jaminan (undertaking letter) pemerintah, maupun sinergi antar BUMN hingga kini belum membuahkan hasil," katanya.
Pembentukan BUMN Restructuring Funds ini, lanjut Sugi, dapat mendampingi upaya pemerintah dalam melakukan negosiasi utang kepada kreditor luar negeri, antara lain ke European Credit Agency (ECA).
Dari sekitar 800 juta dolar utang Garuda, sebanyak 510 juta dolar AS adalah utang ke ECA, sebesar 130 juta dolar AS ke pemegang surat utang (promissory notes), dan sisanya sekitar 160 juta dolar AS utang ke Bank Mandiri dan PT Angkasa Pura I-II.
"Sedang ada pendekatakan dengan kreditor agar bersedia menanggung sebagian beban utang itu dengan mekanisme yang disepakati termasuk kemungkinan debt to equity swap, untuk unsustainable debt atau skim-skim lain yang tidak membebani APBN," tuturnya.
Sedangkan upaya tranformasi bisnis Garuda dan Merpati, Sugiharto mengutarakan agar secara operasional perusahaan itu mampu bersaing dalam kondisi persaingan angkutan udara yang ketat.
Ia mengakui, sesuai masukan dari DPR, ada hal-hal yang belum efisien di Garuda seperti ground handling, biaya reservasi, dan biaya teknologi informasi. Sedangkan Merpati, diarahkan melakukan kerjasama dengan Pemda berdasarkan business to business (b to b) untuk menambah jumlah pesawat yang dioperasikan.
"Namun, kebutuhan biaya sebesar Rp 450 miliar untuk menyelamatkan Merpati masih tetap diharapkan agar perusahaan dapat direstrukturisasi," tegasnya.
Sementara itu,anggota Komisi VI DPR Idealisman Dachi mengatakan, di tangan Sugiharto, BUMN penerbangan itu malah mundur, tak maju-maju. “Dua tahun jalan di tempat, malah mundur,” kritiknya.
Anggota Komisi VI dari F-PPP, Eviyardi Asda menilai, Garuda bermasalah karena manajemennya tidak beres.Contohnya, katanya,soal kursi kosong di pesawat yang dibilang sudah penuh supaya dijual dengan harga mahal. (dina)