Mendagri Tjahjo Setuju Perda Jilbab di NAD, Salahkan Media Yang Plintir Berita

tjahjoEramuslim.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meluruskan polemik penerapan syariah Islam yang tercantum ‎dalam peraturan perundang-undangan daerah aceh. Termasuk soal larangan pemerintah atas penggunaan jilbab bagi wanita muslim disana.

Menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, larangan tersebut sama sekali tidak benar. Kata dia, ada kesalahpahaman dari media yang menyebabkan miss informasi.‎‎

“Saya cuma meminta agar daerah lain tidak membuat peraturan sama seperti Aceh. Misalnya, Surabaya bikin perda soal wajib berjilbab. Kalau Aceh tak mengapa, karena memang daerah syariat Islam,” terang dia dalam sambutannya di acara Rakornas Biro Hukum di Jakarta, Kamis (25/2).

‎Tjahjo maklum jika ada aturan soal wajib jilbab di Aceh. Dia merasa pernyataan yang meluas soal larangan tersebut hanya sebuah rekayasa media (plintiran berita).

Tjahjo tegaskan, dia sangat mendukung adanya perda wajib berjilbab di Aceh tersebut. Apalagi, Aceh merupakan serambi mekah dimana mayoritas masyarakat di sana beragama muslim. Belum lagi provinsi itu merupakan otonomi khusus yang menerapkan syariat islam. Makanya tak masalah bila Aceh mewajibkan penggunaan jilbab bagi wanita muslim.

‎”Saya hanya bicara supaya daerah lain tak meniru ketentuan seperti Aceh. Di daerah lain itu penggunaan jilbab itu suatu kesadaran. Aceh ini memang terapkan syariat Islam,” ujar dia.

Untuk provinsi lain, kata Tjahjo, ‎tidak ada kekhususan seperti Aceh. Selain itu, tidak ada daerah yang memang secara keseluruhan memeluk satu agama tertentu.

‎Mendagri menyarankan kepada perwakilan biro hukum provinsi yang hadir dalam rakornas tersebut untuk melibatkan tokoh agama dan adat dalam menerbitkan perda yang ada kaitannya dengan masalah keyakinan masyarakat. Misal berkordinasi dengan MUI, PBNU dan Muhammadiyah.

“Kalau perda otsus itu hati-hati. Seperti di Yogyakarta, kalau memang ada ribut di dalam urusan keraton, maka birokrasi tak boleh masuk mencampuri persoalan tersebut,” terang dia.

Kemendagri sekarang ini memang tengah gencar mengarahkan agar pemerintah provinsi serta kabupaten/kota memangkas perda yang dianggap bermasalah. Namun hal tersebut lebih kepada peraturan yang bersifat menghambat investasi serta perizinan publik.

‎Jadi memang kalau daerah itu ada perda yang menghambat investasi, maka harus dicoret. Misal, ada peraturan yang menjadi kendala pembangunan listrik sehingga memakan waktu lama. Itu harus dihapus. Begitu juga dengan perizinan publik untuk membuat KTP, akte lahir, kartu keluarga.

‎”Jadi bukan soal perda Aceh yang mewajibkan penggunaan jilbab. Itu hanya plintiran saja,” demikian Tjahjo, yang mantan Sekjen PDIP ini.(ts/rmol)