Tidak ada satu hal yang membuat pengangkatan Iriawan betul-betul mendesak. Sampai saat ini Iriawan pun masih berstatus sama, yaitu polisi aktif.
“Kecuali ada urgensi Mendagri untuk menghidupkan kembali Dwi Fungsi Polri,” ucap Adri.
Indikasi Mendagri yang ingin menghidupkan Dwi Fungsi polri terendus sejak awal tahun 2018, saat Pilkada Serentak akan dilaksanakan. Saat itu, lahir Permendagri 1/2018 yang membuka peluang polisi aktif menjadi penjabat gubernur. Tuntutan rakyat untuk menghapus Permendagri 1/2018 tidak digubris oleh Kemendagri.
Alaska menilai pelantikan Iriawan sebagai otoriter, tiran dan seperti mengorek luka lama yang terlalu menyakitkan dalam sejarah kelam Indonesia, yaitu campur tangan angkatan bersejata dalam urusan politik. Seperti Orde Baru, pemerintah secara otoriter tetap menjalankan keinginannya tanpa melihat aturan-aturan yang berlaku.
“Pelantikan Iriawan yang masih polisi aktif sebagai penjabat gubernur oleh Tjahjo Kumolo memicu api konflik yang baru, yang membawa bawa polisi masuk dalam ranah politik. Atau ini namanya Neo Dwi Fungsi Polri menggantikan Dwi Fungsi ABRI,” terangnya. (rmol)