eramuslim.com – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menyatakan bahwa penangkapan buronan terduga korupsi sekaligus kader PDIP Harun Masiku hanyalah masalah niat semata.
Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan tidak mungkin dapat mengejar Harun Masiku hingga menjerumuskannya ke penjara.
“Menurut ICW, menangkap seorang Harun Masiku bukanlah permasalahan bisa atau tidak bisa, tapi mau atau tidak mau,” kata Diky saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Tolok ukurnya, tutur dia, aparat penegak hukum (APH) yang lain, dalam hal ini Kepolisian, sempat mengumumkan berhasil mengendus keberadaan Harun Masiku di dalam negeri. Tapi KPK tidak menunjukkan sikap nyat untuk menangkap kader partai banteng moncong putih itu.
“Hal ini mengkonfirmasi dugaan publik bahwa KPK memang berada dalam posisi untuk melindungi Harun Masiku,” ungkapnya.
Atas tindakan ini, publik pun dibuat yakin bahwa ada rasa sungkan dari lembaga antirusuah tersebut untuk mengungkap kasus ini, karena ada potensi terseretnya salah satu petinggi PDIP bila Harun Masiku tertangkap.
Diky menduga bahwa KPK lebih memilih menjatuhkan muruahnya demi melindungi partai raksasa ini.
“Dugaan kami, KPK ingin melindungi elit partai tersebut,” ungkap Diky.
Di samping itu, Diky mengatakan KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri kinerjanya merosot jauh ke bawah. Apalagi ketika KPK dihadapkan pada kasus yang menyeret nama-nama aktor politik.
“Sebut saja misalnya dalam perkara korupsi bantuan sosial yang melibatkan Juliari Batubara 2021 silam,” jelasnya.
Diky menilai KPK enggan untuk melakukan pengembangan perkara dalam mengusut dugaan keterlibatan pihak lain. Padahal Julian sendiri telah menyebut dua politisi PDIP, yaitu Ihsan Yunus dan Herman Hery.
“Nama keduanya (justru) hilang dalam dakwaan Jaksa dalam sidang Juliari,” ujar Diky.
Diketahui, Diketahui, Harun Masiku merupakan politikus PDIP yang menjadi buronan KPK. Dia terseret kasus suap terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan.
Perkara bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal. KPU memutuskan perolehan suara Nazaruddin, yang merupakan suara mayoritas di dapil tersebut, dialihkan ke caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia.
Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin. PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Mereka juga menyurati KPU agar melantik Harun. KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky. Suap yang diberikan kepada Wahyu diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.
KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan atau OTT pada 8 Januari 2020. Ada delapan orang yang ditangkap dalam operasi senyap itu. Empat orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan. Dua tersangka lainnya yaitu eks Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.
Dalam persidangan terkait kasus suap pergantian antarwaktu pada Mei 2021, nama Hasto Kristiyanto disebut. Pengacara kader PDIP Donny Tri Istiqomah menyebut Hasto mengetahui upaya pergantian ini.
Terdakwa pemberi suap, Saeful Bahri, juga diketahui sebelumnya merupakan staf Hasto. Bahkan, Wahyu Setiawan yang lalu menjadi terdakwa dalam kasus ini juga berjanji membuka keterlibatan Hasto.
(Sumber: Inilah)