Setelah mengulur-ulur waktu, pemerintah akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Menteri Agama M. Maftuh Basyuni menegaskan, penyimpangan nyata yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah adalah mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan ajaran-ajaran tercantum dalam kitab tazkirah. Dengan ketentuan itu, maka pemerintah dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mengeluarkan peringatan dan perintah kepada Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya.
"Sepanjang dia mengakui sebagai Islam, dia harus melaksanakan kepercayaan yang dianut umat Islam mayoritas, antara lain, tidak boleh lagi mengakui ada Nabi dan ajaran-ajaran sesudah Nabi Muhammad SAW. Pertanyaan kalau tetap itu dilakukan bagaimana, jika tidak mengindahkan perintah dan peringatan ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, " jelas Menag, di Operation Room, Departemen Agama, Jakarta, Senin (9/6).
Selain dengan keyakinannya terbukti menyimpang dari ajaran Islam, Menag mengatakan, jemaat Ahmadiyah harus menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran Islam yang benar.
Mengenai sanksi yang akan dijatuhkan, bukan hanya ditujukan kepada jemaat Ahmadiyah saja, tetapi juga warga masyarakat yang mengambil tindakan sendiri kepada jemaat Ahmadiyah yang masih menjalankan kegiatannya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, sesuai dengan UU No.1/PNPS/1965 bentuk SKB itu merupakan peringatan dan perintah, diperingati dan diperintahkan kepada anggota dan pengurus jemaat Ahmadiyah untuk menghentikan apabila tidak mengindahkan perintah akan dikenakan sanksi.
"Mereka akan dikenakan pasal 156A KUHP yaitu penodaan terhadap agama, karena telah menodai suatu agama. Bagi mereka yang tidak menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama, yang melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah itu bisa digunakan pasal 156 KUHP yaitu menyebarkan kebencian terhadap golongan tertentu. Jadi yang satu menodai agama 156A, yang menyebarkan kebencian 156, " jelasnya.
Sedangkan yang melakukan kekerasan di depan umum, lanjut Hendarman, bisa terkena pasal 170 KUHP dengan ancaman penjara maksimal lima tahun.
"Kalau menyebabkan luka enam tahun, kalau luka berat tujuh tahun. Kalau melanggar ketertiban ormas itu bisa dilakukan pembekuan sesuai dengan ketentuan UU No.1985 dan PP No.18/1986. Itu sanksi yang bisa digunakan SKB, " pungkasnya.(novel)